Kita tentu tidak asing lagi dengan Ratib Al athos yang selalu dibaca baik itu di majelis-majelis ta’lim maupun diamalkan secara individu. Rotib AL athos adalah susunan dzikir yang disusun oleh Habib Umar bin Abdurrahman Al Athos. Beliau adalah seorang ulama besar yang lahir di Hadromaut, Yaman pada tahun 992 H atau 1572 M di kota Isnat. Ayah beliau bernama Al Habib Abdurrahman bin aqil dan Ibunya bernama syarifah Muznah binti Muhammad Al jufri. Karamah kewalian Habib Umar bin abdurrahman Al Attas sudah nampak sejak beliau dalam kandungan ibunya, janin tersebut "BERSIN"(
Rasulullah Saw bersabda:
Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda, "Sungguh Allah mencintai orang yang bersin dan membenci orang yang menguap, maka jika kalian bersin maka pujilah Allah, maka setiap orang yang mendengar pujian itu untuk menjawabnya; adapun menguap, maka itu dari syaitan, maka lawanlah itu sekuat tenagamu. Dan apabila seseorang menguap dan terdengar bunyi: Aaaa, maka syaitan pun tertawa karenanya". Shahih Bukhari, 6223.
Imam Ibn Hajar berkata, "Imam Al-Khathabi mengatakan bahwa makna cinta dan benci pada hadits di atas dikembalikan kepada sebab yang termaktub dalam hadits itu. Yaitu bahwa bersin terjadi karena badan yang kering dan pori-pori kulit terbuka, dan tidak tercapainya rasa kenyang. Ini berbeda dengan orang yang menguap. Menguap terjadi karena badan yang kekenyangan, dan badan terasa berat untuk beraktivitas, hal ini karena banyaknya makan . Bersin bisa menggerakkan orang untuk bisa beribadah, sedangkan menguap menjadikan orang itu malas (Fath-hul Baari: 10/6077). Nabi menjelaskan bagaimana seseorang yang mendengar orang yang bersin dan memuji Allah agar membalas pujian tersebut.
Rasulullah Saw bersabda:
"Apabila salah seorang diantara kalian bersin, maka ucapkanlah Al-Hamdulillah, dan hendaklah orang yang mendengarnya menjawab dengan Yarhamukallahu, dan bila dijawab demikian, maka balaslah dengan ucapan Yahdikumullahu wa Yushlihubaalakum." (HR. Bukhari, 6224)
Dan para dokter di zaman sekarang mengatakan, "Menguap adalah gejala yang menunjukkan bahwa otak dan tubuh orang tersebut membutuhkan oksigen dan nutrisi; dan karena organ pernafasan kurang dalam menyuplai oksigen kepada otak dan tubuh. Dan hal ini terjadi ketika kita sedang kantuk atau pusing, lesu, dan orang yang sedang menghadapi kematian. Dan menguap adalah aktivitas menghirup udara dalam-dalam melalui mulut, dan bukan mulut dengan cara biasa menarik nafas dalam-dalam !!! Karena mulut bukanlah organ yang disiapkan untuk menyaring udara seperti hidung. Maka, apabila mulut tetap dalam keadaan terbuka ketika menguap, maka masuk juga berbagai jenis mikroba dan debu, atau kutu bersamaan dengan masuknya udara ke dalam tubuh. Oleh karena itu, datang petunjuk nabawi yang mulia agar kita melawan "menguap" ini sekuat kemampuan kita, atau pun menutup mulut saat menguap dengan tangan kanan atau pun dengan punggung tangan kiri.
Bersin adalah lawan dari menguap yaitu keluarnya udara dengan keras, kuat disertai hentakan melalui dua lubang: hidung dan mulut. Maka akan terkuras dari badan bersamaan dengan bersin ini sejumlah hal seperti debu, haba' (sesuatu yang sangat kecil, di udara, yang hanya terlihat ketika ada sinar matahari), atau kutu, atau mikroba yang terkadang masuk ke dalam organ pernafasan. Oleh karena itu, secara tabiat, bersin datang dari Yang Maha Rahman (Pengasih), sebab padanya terdapat manfaat yang besar bagi tubuh. Dan menguap datang dari setan sebab ia mendatangkan bahaya bagi tubuh. Dan atas setiap orang hendaklah memuji Allah Yang Maha Suci Lagi Maha Tinggi ketika dia bersin, dan agar meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk ketika sedang menguap (Lihat Al-Haqa'iq Al-Thabiyah fii Al-Islam: hal 155).
Ketika Bersin Hendaknya Kita…
- Merendahkan suara.
- Menutup mulut dan wajah.
- Tidak memalingkan leher.
- Mengeraskan bacaan hamdalah, walaupun dalam keadaan shalat.
- Alhamdulillah (segala puji hanya bagi Allah).
- Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin (segala puji bagi Allah Rabb semesta alam).
- Alhamdulillah ‘ala kulli haal (segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan)
- Alhamdulillahi hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiihi, mubaarakan ‘alaihi kamaa yuhibbu Rabbuna wa yardhaa” (segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak lagi penuh berkah dan diberkahi, sebagaimana yang dicintai dan diridhai oleh Rabb kami).
Ketika ada seorang muslim bersin di dekat kita, lalu dia mengucapkan “alhamdullillah” maka kita wajib mendoakannya dengan membaca “yarhamukallah” (semoga Allah merahmatimu) . Hukum tasymit ini adalah wajib bagi setiap orang yang mendengar seorang muslim yang bersin kemudian mengucapkan “alhamdullillah.” Setelah orang lain mendoakannya, orang yang bersin tadi dianjurkan untuk mengucapkan salah satu doa sebagai berikut:
- Yahdikumullah wa yushlih baalakum (mudah-mudahan Allah memberikan hidayah kepada kalian dan memperbaiki keadaan kalian).
- Yaghfirulahu lanaa wa lakum (mudah-mudahan Alah mengampuni kita dan kalian semua).
- Yaghfirullaah lakum (semoga Allah mengampuni kalian semua).
- Yarhamunnallah wa iyyaakum wa yaghfirullaahu wa lakum (semoga Allah memberi rahmat kepada kami dan kamu sekalian, serta mengampuni kami dan mengampuni kalian).
- Aafaanallah wa iyyaakum minan naari yarhamukumullaah (semoga Allah menyelamatkan kami dan kamu sekalian dari api neraka, serta memberi rahmat kepada kamu sekalian).
- Yarhamunnallah wa iyyaakum (semoga Allah memberi rahmat kepada kami dan kepada kalian semua).
Kita tidak perlu bertasymit ketika:
- Ada seseorang yang bersin, dan dia tidak mengucapkan hamdalah.
- Ada seseorang yang bersin lebih dari tiga kali. Jika seseorang bersin lebih dari tiga kali, maka orang tersebut dikategorikan terserang influenza. Kita pun tidak disyariatkan untuk mendoakannya, kecuali doa kesembuhan.
- Ada seseorang membenci tasymit.
- Seseorang yang bersin itu bukan beragama Islam. Walaupun orang tersebut mengucapkan hamdalah, kita tetap tidak diperbolehkan untuk ber-tasymit, karena seorang muslim tidak diperbolehkan mendoakan orang kafir.
- Seseorang yang bersin bertepatan dengan khutbah jumat. Cukup bagi yang bersin saja untuk mengucapkan hamdalah tanpa ada yang ber-tasymit, karena ketika khutbah jum’at seorang muslim wajib untuk diam. Begitu pula ketika shalat wajib (shalat fardhu) sedang didirikan, tidak ada keharusan bagi kita untuk ber-tasymit.
- Kita berada ditempat yang terlarang untuk mengucapkan kalamullah, seperti di dalam toilet.
Syaikh Abu Bakar Bin Salim.
Syaikh Abu Bakar bin Salim berdasarkan rekaan Habib Salim bin Jiindan.
Syaikh
Abu Bakar Bin Salim lahir pada hari Sabtu, 23 Jumadil Awal 919 H/9
Agustus 1513 M, di kota Tarim Al Ghanna, Hadromaut, Yaman. Kota tempat
kelahirannya adalah suatu kota yang dipenuhi orang-orang soleh dan
termashur dengan auliya Allah serta para ulama utama.
Beliau
lahir dari pasangan Habib Salim bin Abdullah bin Imam Qutb Abdurrahman
Assegaf dan ibunya Syarifah Afifah Thalhah binti Agil bin Ahmad bin
Syaikh Abu Bakar Assakran bin Imam Qutb Abdurrahman Assegaf.
Beliau
memiliki enam saudara yaitu Sayyid Agil, Sayyid Syaikh, Sayyid Alwi,
Sayyid Hussein, Sayyid Abdurrahman, dan Syarifah Aisyah. Sedang Syaikh
Abu Bakar memiliki tujuh belas anak. Empat perempuan dan tiga belas
laki-laki. Di antara anak laki-lakinya Huseinlah yang di pilih sebagai
kalifahnya (pengganti kedudukan orang tua). Habib Husein bin Abu Bakar
bin Salim di kenal sebagai guru Habib Umar bin Abdurrahman Al Attos.
Pada
masa kecilnya Syaikh Abu Bakar bin Salim mendapat pendidikan agama dari
para ulama di Tarim. Beliau sangat menekuni ilmu pengetahuan. Semasa
belajar, beliau sudah mengkhatamkan kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Ghozali sebanyak 40 kali, dan mengkhatamkan kitab fiqih Syafi'iyah, Al Minhaj karya Imam Nawawi sebanyak 3 kali.
Usai
belajar di Tarim, Syaikh Abu Bakar bin Salim pindah ke kota Inat,
sebuah kota berjarak sekitar 40 menit perjalanan dengan mobil (dulu di
tempuh setengah hari perjalanan dengan jalan kaki). Beliau membeli
tanah dan membangun rumah dan masjid di Inat. Di kota inilah beliau
mengajar hingga akhir hayatnya. Syaikh Abu Bakar bin Salim sering
memberikan wejangan kepada masyarakat setelah sholat Jum'at sampai
menjelang ashar di masjid yang di bangunnya.
Syaikh
Abu Bakar bin Salim di awal suluknya (perjalanan spiritual menuju Allah
SWT melalui tahapan melatih diri dan berjuang melepaskan diri dari
belenggu hawa nafsu dan kecintaan pada kebendaan) telah melakukan
amalan dan riyadoh (pelatihan spiritual dan kejiwaan dengan melalui
upaya membiasakan diri agar tidak melakukan hal-hal yang dapat
mengotori jiwa) yang lazim dilakukan kaum sufi.
Pernah
selama waktu yang cukup lama beliau berpuasa dan hanya berbuka dengan
kurma yang masih hijau. Juga pernah selama 90 hari beliau berpuasa dan
melakukan sholat malam di lembah yabhur. Selam 40 tahun beliau sholat
subuh di Masjid Ba'isa di kota Lisik dengan wudhu sholat isya'.
Setiap
malam beliau berziarah ke tanah pekuburan kaum salihin dan para wali di
tarim dan berkeliling untuk melakukan sholat dua rakaat di berbagai
masjid di Tarim. Beliau mengakhiri perjalanannya dengan sholat subuh
berjama'ah di masjid Ba'isa. Sampai akhir hayatnya beliau tidak pernah
meninggalkan sholat witir dan dhuha.
Sepanjang
hidupnya beliau berziarah ke makam Nabiyullah Hud AS sebanyak 40 kali.
Pada setiap malam selama 40 tahun beliau berjalan kaki dari kota Lisik
menuju Tarim untuk melakukan sholat pada setiap masjid di Tarim (di
Tarim sekarang ada sekitar 360 masjid). Beliau mengusung ghirbah
(tempat air) untuk mengisi  tempat wudhu serta tempat minum bagi para
peziarah, juga kolah untuk tempat minum hewan.
Belakangan, ia dikenal sebagai seorang sufi yang banyak menguasai ilmu lahir dan batin, pengayom anak yatim piatu, janda, dan fakir miskin. Siang mengajar, malamnya ia gunakan untuk melakukan riyadhah, beribadah, bermunajat kepada Allah SWT, dan sangat jarang tidur. Sebagai ulama besar dan sufi, Habib Umar dikenal dengan beberapa karamahnya. Ia sangat termasyhur, bahkan sampai ke negari Cina. Suatu hari, salah seorang anak Habib Abdurrahman melawat ke Cina. Di sana ia bertemu seorang sufi yang memberi salam dan hormat, padahal ia tidak mengenalnya.
”Bagaimana engkau mengenalku, padahal kita belum pernah berjumpa?” tanyanya. ”Bagaimana aku tidak mengenal engkau? Ayahmu, Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas, adalah guru kami, dan kami sangat menghormatinya. Habib Umar sering datang ke negeri kami dan ia sangat terkenal di negeri ini,” jawab sufi tersebut. Padahal jarak antara Hadramaut dan Cina sangat jauh, namun Habib Umar bin Abdurrahman Al Attas telah berdakwah sampai ke sana.
Syekh Muhammad Baqais, salah seorang muridnya, bercerita, ”Satu kali Habib Umar mendamaikan beberapa suku yang berperang sampai berkali-kali. Tapi, tetap saja ia tidak mendapatkan tanggapan baik. Karena itu beliau pun melemparkan biji tasbihnya kepada mereka. Dengan izin Allah biji tasbih itu menjadi ular. Barulah mereka sadar dan mohon maaf. ”Nama Habib Umar bin Abdurrahman Al Attas tak bisa dipisahkan dari karya agung yang diberinya judul ‘Azizul Manal wa Fathu Babil Wishal," alias “Anugerah nan Agung dan Pembuka Pintu Tujuan” – yang dibelakang hari sangat terkenal sebagai Ratib Al Attas. Habib Umar sendiri berwasiat, “Rahasia dan hikmah telah kutitipkan didalam ratib itu.”
Melindungi Kota
Menurut Habib Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang, Jakarta Pusat), Ratib Al Attas lebih tua dibanding Ratib Al Haddad. Ratib Al Haddad disusun pada 1071 H / 1651 M oleh HABIB ABDULLAH AL-HADAD(
Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad lahir pada hari Rabu malam Kamis tanggal 5 Safar 1044 H/3 Agustus 1634 M Di Tarim, Hadromaut.
Nasabnya adalah Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad Al Haddad dan seterusnya hingga "AHMAD BIN ISA" bin
Muhammad An naqib bin Ali Uroidhi bin Ja'far As Shodiq bin Muhammad Al
Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam As Sibth Al Husain bin Al Imam
Amirul Mu'minin "Ali bin Abu Thalib", suami Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah Muhammad SAW.
Ayah
beliau yakni Habib Alwi bin Muhammad Al Haddad di kenal sebagai orang
yang saleh. Ayahnya lahir dan tumbuh di kota Tarim dan sejak kecil
berada di bawah asuhan ibunya Syarifah Salma wanita ahli makrifat dan
dikenal kewaliannya, bahkan Habib Abdullah Al Haddad sendiri banyak
meriwayatkan kekeramatan Syarifah Salma.
Suatu hari ayah Habib Abdullah Al haddad mendatangi rumah Al Arif
Billah Habib Ahmad bin Muhammad Al Habsyi. Pada waktu itu ia belum
berkeluarga, lalu ia meminta Habib Ahmad Al Habsyi mendoakannya. Lalu
Habib Ahmad berkata kepadanya, " anakmu adalah anakku, di antara mereka
ada keberkahan".
Kemudian
ia menikah dengan cucu Habib Ahmad itu, Salma binti Idrus bin Ahmad bin
Muhammad Al Habsyi. Habib Idrus ini adalah saudaara Habib Husain bin
Ahmad bin Muhammad Al Habsy, kakek Habib Ali bin Muhammad bin Husain
Al Habsyi (Shohib Simtud Duror).
Dari
pernikahan tersebut lahirlah Habib Abdullah bin Alwi Al haddad. Ketika
putranya lahir, ayahnya berujar, "aku sebelumnya tidak mengerti makna
tersirat yang diucapkan Habib Ahmad Al Habsyi dulu, setelah lahirnya
Abdullah aku baru mengerti, aku melihat pada dirinya tanda-tanda sinar
wilayah (kewalian).
Pada
umur empat tahun beliau terkena penyakit cacar yang menyebabkan buta.
Namun cacat yang beliau derita telah membawa hikmah, beliau tidak
bermain sebagaimana anak kecil sebayanya. Beliau habiskan waktunya
dengan menghafal Al Qur'an, Mujahaddah Al Nafs (beribadah dengan tekun
melawan hawa nafsu), dan mencari ilmu. Sungguh sangat mengherankan
seakan-akan anak kecil ini tahu bahwa ia tidak dilahirkan untuk yang
lain, tetapi untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Memang
sejak kecil begitu banyak perhatian yang beliau dapatkan dari Allah
SWT. Allah SWT menjaga pandangannya dari segala yang diharamkan.
Penglihatan lahirnya diambil oleh Allah SWT dan diganti oleh
penglihatan batin, yang jauh lebih kuat dan berharga. Hal itu merupakan
salah satu pendorongnya lebih giat dan tekun dalam mencari cahaya Allah
SWT menuntut ilmu agama.
Pada
tahun 1072 H / 1662 M, malam Senin tanggal 21 bulan Rajab, ayah beliau
wafat. Ketika itu beliau berusia 28 tahun. Lalu beberapa hari kemudian
ibunya wafat, setelah sebelumnya menderita sakit dan semakin lama
semakin parah, yaitu tepat pada hari Rabu tanggal 24 Rajab 1072 H /
1662 M.
Setelah kedua-orangtuanya wafat, beliau diambil oleh salah seorang gurunya, "Sayyid Bin Abdur Rahman Al-Athos"
Pada waktu itu, beliau menulis surat pada saudaranya , Al Hamid, yang
berada di India, memberitahunya perihal yang menimpa kedua orangtua
mereka, dan menghiburnya agar bersabar.
Pada
1079 H/1669 M, dalam usia 35 tahun Habib Abdullah Al Haddad
melaksanakan haji ke Baitullah, Mekah, dan berziarah ke makam Nabi
Muhammad SAW serta para syuhada di madinah. Beliau memasuki kota Mekah
pada waktu Subuh di bulan Dzulhijjah 1079 H. Pada waktu itu wukuf di
Arafah jatuh pada hari Jumat.
Setelah
menunaikan ibadah haji, beliau menuju Madinah dan berada di sana selama
40 hari. Kemudian beliau kembali lagi ke Mekah hingga bulan Rabiul
Awwal.
Suatu
hari di musim haji, di masjid Namirah, Arafah , salah seorang muridnya
Ba Salim menuturkan, ketika aku gelarkan sajadah tuanku di Masjid
Namirah datang seseorang dengan gaya dan logat Turki dan langsung duduk
di atas sajadah itu. Tidak begitu lama masjid itu makin sesak dengan
pengunjungnya. Aku jadi bingung terhadap orang tersebut, sedangkan
tuanku belum datang.
Tidak
begitu lama, tuanku datang dan aku tidak melihat lagi orang itu duduk
di atas sajadah tersebut. Seakan-akan ia duduk diatasnya agar tempat
itu tidak diduduki oleh orang lain selain Habib Abdullah Al Haddad.
Masjid Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad.
Al
Imam Abdullah Al Haddad memiliki perawakan yang tinggi, berdada bidang,
tidak kurus juga tidak terlalu gempal, dan berkulit putih. Pribadinya
sangat memancarkan wibawa. Wajahnya senantiasa manis dan menggembirakan
hati orang lain di dalam majlisnya. Tertawanya sekedar senyuman manis.
Apabila merasa senang dan gembira wajahnya bercahaya bagaikan bulan.
Majelisnya senantiasa tenang dan penuh kehormatan sehingga tidak
terdapat hadirin yang berbicara maupun bergerak-gerak.
Beliau
selalu shalat wajib pada awal waktu dan tidak pernah terlihat shalat
wajib sendirian. Selain itu beliau juga tidak pernah terlihat
tergesa-gesa dalam shalatnya. Beliau sangat tidak suka berbicara antara
adzan dan iqomah. Beliau sangat tidak suka diajak berbicara oleh
rekan-rekannya hingga usai shalat.
Ketika
ditanya mengapa demikian, beliau menjawab, " Kita akan shalat untuk
berkumpul dan hadir serta melepaskan segala sesuatu yang tidak
berkaitan dengan-Nya."
Berkaitan
dengan masalah perasaan hadir dalam shalat, menurutnya tidak
disyariatkan shalat sunah sebelum shalat wajib melainkan karena untuk
berusaha mewujudkan perasaan dekatnya hati dengan Allah SWT hingga
memasuki shalat dengan perasaan hadir dan bertemu dengan-Nya.
Tempat Kholwat Habib Abdullah bin Alwi Al Hadad.
Beliau
mengatakan, "Seorang hamba tidak di tuntut untuk menjalankannya di
dalam batin hingga ia dapat memperbaiki bentuk shalat secara lahir.
Bila dia telah menjalankan secara lahir dengan baik, akan kembali pula
shalatnya secara batin. Ingat, tidak mungkin melakukan shalat secara
batin kecuali dengan melakukan latihan olah hati sebagai pendahuluan,
dan meninggalkan pendalaman dalam berbagai hal sebelum melakukannya.
Seandainya bukan karena keutamaan shalat jama'ah, kami tidak akan
melakukannya, dan lebih baik menjalankan shalat sendiri."
Beliau
memulai harinya sejak dini hari dan sarat dengan berbagai amal ibadah.
Biasanya beliau tidur dan bangun sebelum sebelum subuh untuk melakukan
shalat witir dan shalat fajar. Beliau tidur sebagaimana tidurnya Nabi
Muhammad SAW, yakni hanya sesaat dan kemudian bangun melakukan kegiatan
ibadah kembali hingga adzan subuh.
Selain
itu beliau mempunyai kebiasan setiap Jumat sore setelah shalat ashar di
Masjid Hujairah, berziarah ke makam Zanbal, makam para salaf Ba'alwi.
Menurut Habib Muhammad bin Zain bin Smith, muridnya, dipilihnya waktu
sore pada hari Jumat karena itu termasuk saat-saat terkabulnya doa, dan
juga merupakan tradisi para salaf.
Mereka
yang menghadiri majelisnya, lupa akan kehidupan dunia, bahkan terkadang
si lapar pun lupa akan kelaparannya, si sakit hilang rasa sakitnya, dan
si demam sembuh dari demamnya. Ini terbukti dari tidak seorang pun yang
mau meninggalkan majelisnya.
Beliau
amat mencintai para penuntut ilmu dan mereka yang gemar alam akhirat.
Beliau tidak pernah jemu terhadap ahli-ahli majelisnya, bahkan mereka
senantiasa diutamakan dengan kasih sayang tanpa membuatnya lalai dari
mengingat Allah walau sekejap. Beliau pernah menegaskan, " tidak
seorang pun yang berada di majelisku menggangguku dari mengingat Allah
SWT."
Beliau
adalah teladan bagi insan dalam soal pembicaraan dan amalan,
mencerminkan akhlak junjungan mulia dan tabiat yang di contohkan Nabi
yang mengalir dalam kehidupannya. Beliau memiliki semangat yang tinggi
dan keinginan yang kuat dalam hal keagamaan, beliau juga senantiasa
menangani segala urusan dengan penuh keadilan dengan menghindari pujian
dari orang lain, bahkan senantiasa mempercepat segala tugasnya tanpa
membuang-buang waktu.
Lautan Ilmu Pengetahuan
Al
Habib Umar bin Abdurrahman Al Attos mengatakan , "Habib Abdullah Al
Haddad ibarat pakaian yang dilipat dan baru dibuka di zaman ini, sebab
beliau termasuk orang terdahulu, hanya saja di tunda kehidupan beliau
demi kebahagiaan umat di zaman ini (abad ke-12)". Al Habib Abdullah Al
Aydrus menegaskan kedudukannya bagi kalangan Ba'alwi, Ia mengatakan,"
Sayyid Abdullah Al Haddad adalah sultan seluruh golongan Ba'alwi". Al
Habib Muhammad bin Abdurrahman Madih mengatakan," Mutiara ucapan Habib
Abdullah Al Haddad merupakan obat bagi mereka yang mempunyai hati
cemerlang, sebab mutiara beliau segar dan baru, langsung dari Allah
SWT. Di zaman sekarang ini jangan tertipu oleh siapapun, walaupun kamu
melihatnya sudah memperlihatkan banyak melakukan amal ibadah dan
menampakkan Karomah.
Sesungguhnya
orang zaman sekarang tidak mampu berbuat apa-apa jika mereka tidak
berhubungan (kontak hati) dengan Habib Abdullah Al Haddad, sebab Allah
SWT telah menghibahkan kepada beliau banyak hal yang tidak mungkin
dapat di ukur.
Habib
Muhammad bin Zain bin Smith pernah mengatakan, "masa kecil Habib
Abdullah Al Haddad adalah masa kecil yang unik. Uniknya semasa kecil
beliau sudah mampu mendiskusikan masala-masalah sufistis yang sulit,
seperti mengkaji pemikiran Syaikh Ibnu Al Faridh, Ibnu Arabi, Ibnu
Athailah, dan kitab-kitab Al Ghozali. Beliau tumbuh dari fitrah yang
asli dan sempurna dalam kemanusannya, wataknya, dan kepribadiannya".
Habib
Ahmad bin Zain Al Habsy seorang murid beliau yang mendapat besar
darinya, menyatakan kekagumannya terhadap gurunya dengan mengatakan, "
Seandainya aku dan Tuanku berziarah ke makam, kemudian beliau
mengatakan kepada orang-orang yang mati untuk bangkit dari kuburnya,
pasti mereka akan bangkit sebagai orang-orang yang hidup dengan izin
Allah SWT. Karena aku menyaksikan sendiri bagaimana beliau setiap hari
telah mampu menghidupkan orang-orang yang bodoh dan lupa dengan cahaya
ilmu dan nasihat. Beliau adalah lautan ilmu pengetahuan yang tiada tepi
yang sampai pada tingkatan mujtahid dalam ilmu-ilmu islam, iman, dan
ihsan. Beliau adalah mujadid pada ilmu-ilmu tersebut bagi penghuni
zaman ini.
Kejujuran Mengikuti Syariat
Beliau
pernah ditanya tentang masalah karomah, dan beliau menjawab bahwa orang
yang mengingkari adanya karomah para wali, sebagaimana yang termaktub
dalam kitab Latha'if Al Minan, karya Syaikh Abu Turab An Nakhsabi, termasuk kufur dana kufur (yakni kufur nikmat).
Selanjutnya,
beliau menjelaskan bahwa karomah termasuk bagian dari mukjizat para
nabi. Hanya saja, bila mukjizat bersifat otonom, karomah para wali
hanya bersifat tabi'iyah
(mengikut). Yakni, mukjizat menunjukkan kebenaran seorang Rasul,
sedangkan karomah seorang wali menunjukkan kejujuran dalam mengikuti
syariat Rasul tersebut. Oleh karena itu, ajaran yang diikutinya benar.
Terlambat Menghadapi Suatu Urusan
Penulis
buku Tatsbit Al Fuad, Syaikh Ahmad Asy Syajjar, mengatakan, "
disaat-saat beliau melakukan semua yang telah menjadi kebiasaannya
sehari-hari, pada hari Kamis, 27 bulan Ramadhan 1132 H beliau merasakan
penyakitnya yang biasa di derita kambuh kembali. Sejak kambuhnya
penyakit itu beliau mulai tidak dapat keluar rumah untuk menunaikan
shalat jamaah di masjid. Dan tidak pula memberikan pelajaran-pelajaran
sebagaimana yang sudah biasa dilakukan. Beliau hanya dapat keluar rumah
hanya pada saat-saat merasa sehat dan kuat. Demikianlah yang beliau
lakukan hingga saat penyakitnya bertambah keras dan tidak dapat keluar
sama sekali dari rumah. Banyak orang berjubel di depan pintu rumahnya
dengan maksud hendak menjenguk".
Pada
pagi hari 'Id dua orang sahabat, Habib Zainal Abidin Al Aydrus dan
saudaranya datang menjenguk, kepada dua orang sahabat itu beliau
berkata,"Sebabnya penyakit ini di samping takdir Allah, menurut hemat
saya adalah karena saya terlambat menghadapi suatu urusan seperti
pengajaran. Yaitu karena saya mendatangi sayyid-sayyid dari keluarga Al
Faqih pada malam Rabu 26 bulan Ramadhan. Padahal Rasulullah SAW pada
hari-hari seperti itu meninggalkan semua urusan keduniaan, beliau
ber'itikaf, tidak menginap di salah satu rumah istri-istrinya.
Demikianlah kebiasaan Rasulullah. Akan tetapi itu saya lakukan
semata-mata untuk memenuhi kewajiban, bukan dorongan selain itu, dan
bukan pula karena saya mempunyai keinginan..." Sebagaimana diketahui
beliau datang ke pemukiman Al Faqih karena mempunyai seorang istri dari
keluarga mereka.
Pada
hari-hari terakhir hayatnya beliau sering mengangkat tangan lalu
kedua-duanya diletakkan di bawah dada, seperti orang yang sedang
shalat. Kemudian telapak tangannya diletakkan pada lutut sambil
menggenggam jari-jarinya sambil memegang tasbih, seperti orang yang
bertasyahud. Kemudian tepat pada hari ke-40 dari sakitnya, ketika
usianya memasuki 88 tahun lebih 9 bulan kurang 3 hari, pada malam
selasa tanggal 7 Dzulqo'dah 1132 H/ 11 September 1720 M, Habib Abdullah
bin Alwi Al Haddad dengan tenang berpulang ke Rahmatullah di rumah
kediamannya di Al Hawi dan kemudian disemayamkan di pemakaman Zanbal,
Tarim, Hadromaut. Semoga Allah SWT melimpahkan cucuran rahmatNya kepada
beliau.
Makam Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad.
Wa Allahu A'lam.
)atau sekitar 350 tahun lalu, sedang Ratib Al Attas disusun jauh
sebelumnya. Ada beberapa wirid atau doa yang tidak ada dalam Ratib
Al-Atthas tapi terdapat dalam Ratib Al-Haddad, demikian pula
sebaliknya. Namun, seperti ratib-ratib yang lain, keduanya tetap
mengacu pada doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Ratib Al-Atthas
biasa dibaca usai salat Magrib, tapi boleh juga dibaca setiap pagi,
siang, atau tengah malam. Bisa dibaca sendiri atau secara berjamaah.
Manfaat ratib ini sangat besar. Bahkan ada sebagian ulama yang
mengatakan, dengan membaca Ratib Al-Attas atau Ratib Al-Haddad setiap
malam, Allah SWT akan menjaga dan memelihara seluruh penghuni kota
tempat tinggal kita, menganugerahkan kesehatan, dan mengucurkan
rezeki-Nya kepada segenap penduduk.Dalam keadaan sangat khusus dan mendesak, ratib tersebut bisa dibaca tujuh hingga 41 kali berturut-turut. Pendapat ini mengacu pada beberapa hadis Rasulullah SAW tentang manfaat istigfar dan doa-doa lainnya. Sebab, dalam ratib-ratib tersebut antara lain terdapat shalawat, tahlil, tasbih, tahmid, dan istigfar. Begitu hebat fadilah atau keutamaan ratib-ratib itu, hingga Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad bin Muhsin bin Husein Al Attas menyatakan bahwa mereka yang mengamalkan ratib tersebut tidak akan terluka, jika pada suatu hari terpatuk ular. “Orang yang biasa mengamalkan ratib-ratib itu tidak akan merasa takut, ia akan selamat dari segala yang ditakuti,” katanya. Betapa hormat para ulama kepada Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas. Tergambar ketika suatu hari seorang ulama, Syekh Salim bin Ali, mengunjungi Imam Masjidil Haram, Habib Muhammad bin Alwi Assegaf, dan menyampaikan salam dari Habib Umar. Seketika itu juga Habib Muhammad pun menundukan kepala sejenak, lalu katanya, ”Layaklah setiap orang menundukkan kepala kepada Habib Umar. Demi Allah, saya mendengar suara gemuruh di langit untuk menghormati beliau. Sementara di bawah langit ini tidak ada orang lebih utama daripada beliau.” Habib Umar bin Abdurrahman Al Attas wafat pada 23 Rabiulakhir 1072 H / 1652 M, dan jenazahnya dimakamkan di Desa Nafhun dekat Huraidhoh Hadromaut yaman.