Sabtu, 13 April 2013

Naik Turunnya Iman seseorang(Hamba)


Bagi sebagian orang, sudah beriman kepada Allah Subhanahu wa ta’alaa saja sudah merasa cukup. Apapun yang dilakukannya, iman yang ada dirinya tidak akan pernah luntur. Padahal tidaklah demikian. Iman yang ada pada hati seseorang dapat luntur, atau bahkan hilang, jika orang tersebut tidak menjaganya. Perhatikan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini:
”Iman itu kadang naik kadang turun, maka perbaharuilah iman kalian dengan la ilaha illallah.” (HR Ibn Hibban)
Iman yang ada dalam hati kita mengalami fluktuasi. Iman tersebut bisa bertambah kuat, namun juga dapat terkikis tanpa kita sadari. Naik turunnya iman yang kita miliki tergantung kepada diri kita sendiri dalam menjaganya. Sebagai seorang muslim, tentunya kita menginginkan agar iman yang kita miliki tidak berkurang, tapi justru bertambah kuat. Karenanya, kita harus mengetahui apa saja yang mempengaruhi naik turunnya kadar keimanan dalam diri kita.
Sebab turunnya kadar iman
Ada banyak hal yang dapat menurunkan kadar keimanan yang ada dalam diri kita. Secara garis besar, sebab-sebab yang menurunkan kadar keimanan dapat datang dari dalam diri kita sendiri, dan dari pihak luar.
Hal-hal yang menurunkan kadar keimanan, yang berasal dari dalam diri kita diantaranya adalah:
1.    Kebodohan
Kebodohan merupakan salah satu hal yang mengakibatkan berbagai perbuatan buruk. Boleh jadi seseorang berbuat buruk karena ia tidak mengetahui bahwa perbuatannya itu dilarang oleh agama. Bahkan bisa jadi ia tidak tahu akan balasan atas perbuatannya kelak di akhirat. Karena itu, marilah kita berupaya semaksimal mungkin untuk mencari dan menuntut ilmu, terutama ilmu agama, sehingga terhindar dari perbuatan-perbuatan yang buruk, sebagai akibat dari kebodohan kita sendiri.
2.    Ketidak-pedulian, keengganan, dan melupakan kewajiban
Keengganan seseorang dalam ketika berurusan dengan hal-hal yang berbsifat ukhrowi membuatnya sulit untuk dapat melakukan kebaikan. Padahal berbuat baik sudah merupakan salah satu hal yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’alaa.
Melupakan kewajibannya sebagai makhluk untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’alaa dapat pula menyebabkan kadar iman kita berkurang. Padahal, kita sebagai manusia diciptakan Allah Subhanahu wa ta’alaa semata-mata untuk beribadah kepadanya. Nafsu duniawi membuat orang lupa kewajiban utamanya ini. Akibatnya, ia akan semakin jauh dari cahaya Allah Subhanahu wa ta’alaa.
3.    Menyepelekan perintah dan larangan Allah Subhanahu wa ta’alaa
Awal dari perbuatan dosa adalah sikap menganggap sepele apa yang telah diperintahkan dan dilarang oleh Allah Subhanahu wa ta’alaa. Sebagai akibatnya, orang yang menganggap sepele perintah dan larangan-Nya akan senang sekali melakukan perbuatan-perbuatan dosa. Sering juga ia menganggap bahwa apa yang dilakukannya hanyalah dosa kecil. Padahal, jika dilakukan terus menerus, dosa-dosa kecil tersebut akan semakin besar. Karena terbiasa melakukan dosa-dosa kecil, maka ia sudah tidak ada perasaan takut dan ragu lagi utnuk melakukan dosa-dosa besar.
4.    Jiwa yang selalu memerintahkan berbuat jahat
Ibnul Qayyim Al Jauziyyah mengatakan, Allah Subhanahu wa ta’alaa menggabungkan dua jiwa, yakni jiwa jahat dan jiwa yang tenang sekaligus dalam diri manusia, dan mereka saling bermusuhan dalam diri seorang manusia. Disaat salah satu melemah, maka yang lain menguat. Perang antar keduanya berlangsung terus hingga si empunya jiwa meninggal dunia.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “..barang siapa yang diberi petunjuk Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkannya maka tidak ada seorangpun yang dapat memberinya petunjuk”.
Sifat lalai, tidak mau belajar agama, sombong dan tidak peduli merupakan beberapa cara untuk membiarkan jiwa jahat dalam tubuh kita berkuasa. Sedangkan sifat rendah hati, mau belajar, mau melakukan instropeksi (muhasabah) merupakan cara untuk memperkuat jiwa kebaikan (jiwa tenang) yang ada dalam tubuh kita.
Sedangkan dari luar diri kita, ada beberapa hal yang dapat menurunkan kadar keimanan kita, diantaranya adalah:
1.    Syaithan
Syaithan adalah musuh manusia. Tujuan syaithan adalah untuk merusak keimanan orang. Siapa saja yang tidak membentengi dirinya dengan selalu mengingat Allah Subhanahu wa ta’alaa, maka ia menjadi sarang syaithan, menjerumuskannya dalam kesesatan, ketidak patuhan terhadap Allah Subhanahu wa ta’alaa, membujuknya melakukan dosa.
2.    Bujuk rayu dunia
Allah Subhanahu wa ta’alaa berfirman dalam Al Quran:
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (QS, al-Hadiid: 20).
Pada hakikatnya, tujuan hidup manusia adalah untuk akhirat. Dunia ini merupakan tempat kita untuk mengumpulkan bekal bagi kehidupan kita di akhirat kelak. Segala kesenangan yang ada di dunia ini merupakan kesenangan semu.
Namun tidak sedikit orang yang tergoda oleh kesenangan sesaat ini, sehingga rela melakukan apa saja demi kehidupan dunia. Bahkan meskipun harus mrnyalahi perintah Allah SWT sekalipun.
3.    Pergaulan yang buruk
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Seseorang itu terletak pada agama teman dekatnya, sehingga masing-masing kamu sebaiknya melihat kepada siapa dia mengambil teman dekatnya” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, al-Hakim, al-Baghawi).
Teman dan sahabat yang sholeh sangat penting kita miliki di zaman kini dimana pergaulan manusia sudah sangat bebas dan tidak lagi memperhatikan nilai-nilai agama Islam. Berada diantara teman-teman yang sholeh akan membuat seorang wanita tidak merasa asing bila mengenakan jilbab. Demikian pula seorang pria bisa merasa bersalah bila ia membicarakan aurat wanita diantara orang-orang sholeh. Sebaliknya berada diantara orang-orang yang tidak sholeh atau berperilaku buruk menjadikan kita dipandang aneh bila berjilbab atau bahkan ketika hendak melakukan sholat.
Menaikkan Kadar Iman
Agar kadar iman dalam diri kita tidak menurun, kita harus selalu menjaga dan memelihara keimanan kita dengan baik. Bahkan sebisa mungkin, kita harus berupaya untuk meningkatkan kadar keimanan yang kitamiliki. Namun, meningkatkan kadar keimanan bukanlah hal yang mudah. Ada banyak usaha yang harus kita lakukan, terlebih lagi dengan begitu banyaknya godaan yang mampu meruntuhkan keimanan kita.
Lantas, upaya apa saja yang harus kita lakukan untuk meningkatkan kadar keimanan kita? Berikut ini ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mempertebal kadar iman kita:
1.    Mempelajari ilmu agama islam yang bersumber pada Al Quran dan hadist
Banyak cara yang dapat kita lakukan untuk dapat mempelajari ilmu agama, yang sesuai dengan tuntunan Al Quran dan Hadist. Beberapa cara untuk menambah pengetahuan kita tentang agama islam diantaranya adalah:
•    Memperbanyak membaca Al Quran dan merenungkan maknanya
Ayat-ayat Al-Qur’an memiliki target yang luas dan spesifik sesuai kebutuhan masing-masing orang yang sedang mencari atau memuliakan Tuhannya. Sebagian ayat Al-Qur’an mampu menggetarkan kulit seseorang yang sedang mencari kemuliaan Allah, dilain pihak Al-Qur’an mampu membuat menangis seorang pendosa, atau membuat tenang seorang pencari ketenangan.
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS, Shaad: 29)
”Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang lalim selain kerugian.” (QS, al-Israa’: 82)
•    Mempelajari sifat-sifat Allah Subhanahu wa ta’alaa
Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Mengetahui, maka ia akan menahan lidahnya, anggota tubuhnya dan gerakan hatinya dari apapun yang tidak disukai Allah.
Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Indah, Maha Agung dan Maha Perkasa, maka semakin besarlah keinginannya untuk bertemu Allah di hari akhirat sehingga iapun secara cermat memenuhi berbagai persyaratan yang diminta Allah untuk bisa bertemu dengan-Nya (yaitu dengan memperbanyak amal ibadah).
Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Santun, Maha Halus dan Maha Penyabar, maka iapun merasa malu ketika ia marah, dan hidupnya merasa tenang karena tahu bahwa ia dijaga oleh Tuhannya secara lembut dan sabar.
•    Mempelajari sejarah kehidupan (Siroh) RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam
Dengan memahami perilaku, keagungan dan perjuangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, akan menumbuhkan rasa cinta kita terhadapnya, kemudian berkembang menjadi keinginan untuk mencontoh semua perilaku beliau dan mematuhi pesan-pesan beliau selaku utusan Allah Subhanahu wa ta’alaa.
Seorang sahabat r.a. mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  dan bertanya, “Wahai Rasul Allah, kapan tibanya hari akhirat?”. Rasulullah saw balik bertanya : “Apakah yang telah engkau persiapkan untuk menghadapi hari akhirat?”. Si sahabat menjawab , “Wahai Rasulullah, aku telah sholat, puasa dan bersedekah selama ini, tetap saja rasanya semua itu belum cukup. Namun didalam hati, aku sangat mencintai dirimu, ya Rasulullah”. Rasulullah saw menjawab, “Insya Allah, di akhirat kelak engkau akan bersama orang yang engkau cintai”. (HR Muslim)
Inilah hadits yang sangat disukai para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Jelaslah bahwa mencintai Rasulullah adalah salah satu jalan menuju surga, dan membaca riwayat hidupnya (siroh) adalah cara terpenting untuk lebih mudah memahami dan mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
•    Mempelajari kualitas agama islam
Perenungan terhadap syariat Islam, hukum-hukumnya, akhlak yang diajarkannya, perintah dan larangannya, akan menimbulkan kekaguman terhadap kesempurnaan ajaran agama Islam ini. Tidak ada agama lain yang memiliki aturan dan etiket yang sedemikian rincinya seperti Islam, dimana untuk makan dan ke WC pun ada adabnya, untuk aspek hukum dan ekonomi ada aturannya, bahkan untuk berhubungan suami -istripun ada aturannya.
•    Mempelajari kehidupan orang-prang sholeh
Mereka adalah generasi-generasi terbaik dari Islam. Mereka adalah orang-orang yang kadar keimanannya diibaratkan sebesar gunung Uhud sementara manusia zaman kini diibaratkan kadar keimananya tak lebih dari sebutir debu dari gunung Uhud.
Umar ra pernah memuntahkan makanan yang sudah masuk ke perutnya ketika tahu bahwa makanan yang diberikan padanya kurang halal sumbernya. Sejarah lain menceritakan tentang lumrahnya seorang tabi’in meng-khatamkan Qur’an dalam satu kali sholatnya.
Atau cerita tentang seorang sholeh yang lebih dari 40 tahun hidupnya berturut-turut tidak pernah sholat wajib sendiri kecuali berjamaah di mesjid. Atau seorang sholeh yang menangis karena lupa mengucap doa ketika masuk mesjid. Inilah cerita-cerita teladan yang mampu menggetarkan hati seorang yang sedang meningkatkan keimanannnya.
2.    Merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah Subhanahu wa ta’alaa yang ada di Alam (ma’rifatullah)
Renungkan secara tulus bagaimana alam ini diciptakan. Sungguh pasti ada kekuatan luar biasa yang mampu menciptakan alam yang sempurna ini, sebuah struktur dan sistem kehidupan yang rapi, mulai dari tata surya, galaksi hingga struktur pohon dan sel-sel atom.
Renungkan pula rahasia dan mukjizat Qur’an. Salah satu keajaiban Al Qur’an adalah struktur matematis Al Qur’an. Walau wahyu Allah diturunkan bertahap namun ketika seluruh wahyu lengkap maka ditemukan bahwa kata tunggal “hari” disebut sebanyak 365 kali, sebanyak jumlah hari pada satu tahun syamsiyyah (masehi). Kata jamak hari disebut sebanyak 30 kali, sama dengan jumlah hari dalam satu bulan.
Sedang kata Syahrun (bulan) dalam Al Quran disebut sebanyak 12 kali sama dengan jumlah bulan dalam satu tahun. Kata Saa’ah (jam) disebutkan sebanyak 24 kali sama dengan jumlah jam sehari semalam. Dan semua kata-kata itu tersebar di 114 surat dan 6666 ayat dan ratusan ribu kata yang tersusun indah.
Dan masih banyak lagi keajaiban dan mukjizat Al Quran dari sisi pandang lainnya yang membuktikan bahwa itu bukan karya manusia. Masih banyak pula mukjizat lainnya di alam ini yang membuktikan bahwa alam ini memiliki struktur yang sangat sempurna dan tidak mungkin tercipta dengan sendirinya.
Adalah lumrah, bahwa sesuatu yang tidak mungkin diciptakan manusia, pastilah diciptakan sesuatu yang Maha Kuasa, Maha Besar. Inilah yang menambah kecilnya diri kita dan menambah kekaguman dan cinta serta iman kita kepada Sang Pencipta alam semesta ini.
3.    Melakukan amal kebaikan dengan ikhlas
Amal perbuatan perlu digerakkan. Dimulai dari hati, kemudian terungkap melalui lidah kita dan kemudian anggota tubuh kita. Selain ikhlas, diperlukan usaha dan keseriusan untuk melakukan amalan-amalan ini.
a.    Amalan Hati
Dilakukan melalui pembersihan hati kita dari sifat-sifat buruk, selalu menjaga kesucian hati. Ciptakan sifat-sifat sabar dan tawakal, penuh takut dan harap akan Allah. Jauhi sifat tamak, kikir, prasangka buruk dan sebagainya.
b.    Amalan Lidah
Perbanyak membaca Al-Qur’an, zikir, bertasbih, tahlil, takbir, istighfar, mengirim salam dan sholawat kepada Rasulullah dan mengajak orang lain kepada kebaikan, melarang kemungkaran.
c.    Amalan Anggota Tubuh
Dilakukan melalui kepatuhan dalam sholat, pengorbanan untuk bersedekah, perjuangan untuk berhaji hingga disiplin untuk sholat berjamaah di mesjid (khususnya bagi pria).
Marilah kita berdaya upaya semaksimal mungkin untuk menjaga dan meningkatkan kadar keimanan yang ada dalam diri kita. Jangan sampai iman yang kita miliki berkurang, atau bahkan terkikis habis, karena ketidak pedulian kita terhadap hukum-hukum Allah Subhanahu wa ta’alaa.
Semoga Allah Subhanahu wa ta’alaa senantiasa menjaga dan melindungi kita dari jebakan syaithan dan godaan duniawi, sehingga kita selalu berada di jalan-Nya. AMIN

Jumat, 12 April 2013

Kamis 11-04-13(Pengajian Majelis Ratib AL-Athosiyyah):
Al-Habib Muhammad bin Abdur Rahman Al-Athos:

pada malam kamis yg lalu yang bertempat Di Musholla Nurul Mukhlisin Kp.Pinggir rawa, Al-Habib Muhammad bin Abdur Rahman Al-Athos Telah menyampaikan dalam tausiyyahnya beliau mengatakan"Negara Indoneisa Bukan lg negara yg berdasarkan Pancasila akan Tetapi Negara"BUDAYA KORUPTOR"kenapa bisa begitu?karna mereka sudah tidak ada lg dalam jati dirinya pilar-pilar keimanan,mereka sudah tidak lg yg namanya rasa takut,malu,dan dosa, yg mereka pikirkan dalam jati dirinya adalah Sifat Duniawi saja Akan tetapi sifat Ukhrowi dilupakan begitu saja.

para rekan-rekanita yg saya hormati:
kita lihat saudara-saudari kita yang kehidupan ekonominya terbatas,masih banyak saudara-saudari kita yg jauh dari dunia pendidikan,dll,apakah kita sebagai saudara semuslim dan seiman diam begitu saja?saatnya kita memilih pemimpin yg adil,jujur, peduli serta bertanggung jawab kepada rakyatnya pada 2014 yang akan datang,kira-kira ada g y pemimpin 2014 yang akan datang sudah mempunyai serta memiliki dalam jati dirinya 4 Pilar Tersebut:apakah 4 PILAR Dalam Jati Manusia tersebut?Telah disampaikan Oleh Guru kita Al-Habib Muhammad Bin Abdur Rahman Al-Athos dalam Kutipan Tausiyyahnya 4 pilar dalam jati diri manusia yaitu diantaranya:
1.TAQWA:
Apa itu Taqwa?
Kata “Taqwa” berasal dari kata “Wiqoyah” jika dikatakan waqoo asy Syai’i, waqyan, wiqoyatan dan waaqiyatan berarti Shoonahu atau menjaganya.

Ibnu Manzhur mengatakan bahwa huruf “Ta” pada kata “Taqwa” merupakan badal (pengganti) dari huruf “Waw” sedangkan huruf “Waw” merupakan badal (pengganti) dari huruf “Ya”. Didalam al Qur’an disebutkan :

وَآَتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ

Maknanya adalah balasan ketaqwaan mereka. Ada juga yang mengatakan maknanya adalah Allah telah menganugerahkan kepada mereka ketaqwaan. (Lisan al Arab 15/ 401)

Sementara itu ar Raghib al Asfahani mengatakan bahwa wiqoyah asy Syai’i adalah menjaga sesuatu dari segala yang bisa menyakiti atau mencelakakannya. Firman Allah swt :

فَوَقَاهُمُ اللَّهُ

Artinya : “Maka Allah memelihara mereka.” (QS. Al Insan : 11)

وَمَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَاقٍ

Artinya : “Dan tak ada bagi mereka seorang pelindungpun dari (azab) Allah.” (QS. Al Ahzab : 34)

قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

Artinya : “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At Tharim : 6)

Kemudian ar Raghib mengatakan bahwa taqwa didalam definisi syariat bermakna menjaga diri terhadap hal-hal yang mengandung dosa, yaitu dengan meninggalkan apa-apa yang diharamkan dan hal itu disempurnakan dengan meninggalkan sebagaian yang mubah (dibolehkan) sebagaimana diriwayatkan, “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram juga jelas. Dan barangsiapa yang menggembalakan (kambing) di sekitar daerah larangan maka dia bisa terjatuh didalamnya.”

Firman Allah swt :

فَمَنِ اتَّقَى وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (35)

Artinya : “Maka Barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al A’raf : 35)—(Mufrodat Ghaarib al Qur’an 1/531)

Dan apa yang disebutkan oleh KH. Zaenudin MZ—semoga Allah merahmatinya—tentang pengertian taqwa yang diambil dari huruf-huruf yang dikandungnya, yaitu huruf “Ta” (bukan “Tho”) adalah Tawadhu, huruf “Qaf” adalah Qona’ah, begitu pula terhadap huruf “Waw” dan “Ya” maka—Allahu A’lam—saya tidak mengetahui dari mana sumbernya.

Akan tetapi sebagaimana lazimnya didalam sebuah pendefinisian terhadap sesuatu didalam syariat (terminologi) maka para ulama mendasarkannya kepada makna bahasa (etimologi) bukan berdasarkan kepada huruf-huruf yang ada dikandungannya.

Dan jika kita merujuk kepada setiap kamus bahasa arab tentang kata “Taqwa” maka ia kembali kepada kata “Waqo, Wiqoyatan” yang berarti menjaga dan memelihara diri dari sesuatu yang ditakutinya.

Dan berbagai definisi para ulama tentang taqwa berada di seputar kata “takut” yaitu suatu perasaan (emosi) yang mendorong seseorang untuk melakukan pemeliharaan diri dari sesuatu yang bisa membahayakan atau menyakitinya.

Diantara pengertian taqwa yang diberikan para ulama—selain yang diungkapkan ar Raghib diatas—adalah :

Imam Ali bin Abi Thalib berkata,”Taqwa adalah takut kepada Yang Maha Perkasa, mengamalkan al Qur’an, qanaah dengan yang sedikit dan mempersiapkan hari perpindahan (dari dunia ke alam akherat).”

Sedangkan Ibnu Rajab berkata,”.. Taqwa seorang hamba kepada Allah adalah menjadikan antara dirinya dengan apa-apa ditakutinya dari Allah swt, seperti murka-Nya, kemarahan-Nya, siksa-Nya sebuah pemeliharaan yang melindunginya dari itu semua yaitu dengan mengerjakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.”

Thalq bin Habib mengatakan,”Taqwa adalah beramal taat kepada Allah diatas nur dari Allah dengan mengharapkan pahala Allah serta meninggalkan maksiat terhadap Allah diatas nur dari Allah dengan perasaan takut terhadap adzab Allah.”

2.Malu(yang bersifat takut akan dosa):
Malu Bukan berarti Malunya kita sama orang,akan tetapi malu disini adalah malu akan berbuat kesalahan besar kepada Allah SWT dalam menjaga Amanat yg telah tercantum diatas, saya teringat dalam kutipan Asy Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin lewat situs keislamannya, beliau mengatakan lewat situsnya tentang sifat rasa malu

عَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ عُقْبَةَ بِنْ عَمْرٍو الأَنْصَارِي الْبَدْرِي رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى، إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
[رواه البخاري ]

Dari Abu Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr Al Anshari Al Badri radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya di antara ucapan kenabian yang pertama kali ditemui manusia adalah jika engkau tidak merasa malu, maka berbuatlah semaumu.” (HR. Bukhari. Shahih dikeluarkan oleh Al Bukhari di dalam [Ahaditsul Anbiyaa’/3483/Fath])

Penjelasan:

Dalam hadits Arba’in yang ke 20 ini, yang dimaksud dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya di antara ucapan kenabian yang pertama kali ditemui manusia adalah jika engkau tidak merasa malu, maka berbuatlah semaumu.” Yakni, di antara peninggalan para nabi terdahulu yang terdapat pada umat sebelum ini yang telah dilegalisasi oleh syari’at ini: “Jika engkau tidak merasa malu, maka berbuatlah semaumu.” Yakni, jika kamu tidak mengerjakan perbuatan yang memalukan, maka berbuatlah apa yang engkau mau. Ini adalah salah satu dari dua pandangan. Maksudnya adalah, maka ia mengerjakannya. Menurut pandangan yang kedua, bahwa maknanya adalah jika seseorang tidak merasa malu, ia bisa berbuat apapun yang ia mau dan tidak lagi peduli. Masing-masing dari kedua makna tersebut benar.

Dari hadits ini dapat dipetik faedah:

1. Rasa malu termasuk perkara yang dibawa oleh syari’at-syari’at terdahulu.

2. Seseorang seyogyanya menjadi orang yang jujur (berterus terang). Karena jika suatu perkara bukanlah sesuatu yang memalukan, silakan ia mengerjakannya. Hal ini dibatasi dengan apa-apa yang jika itu dilakukan akan menimbulkan kemafsadatan. Jika demikian, maka perbuatan itu tidak boleh dilakukan. Karena dikhawatirkan akan terjerumus dalam kerusakan tersebut.

(Dinukil untuk Blog Ulama Sunnah dari Syarah Arbain An Nawawiyah oleh Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, penerjemah Abu Abdillah Salim

3.bersyukur
Makna Rasa Syukur Yang Hakiki. Pernahkah anda berfikir betapa besar dan tak terhitung lagi nikmat yang Allah berikan kepada kita sebagai makhluk yang paling sempurna dengan rumus rasio emas-Nya. Bahkan Allah mengulang sebuah peringatan dalam surah Ar-rahman sebanyak 31 kali yang berbunyi “Fabiayyi Alaa’i Robbi kumaa Tukazzibaa” yang artinya ” Maka nikmat Tuhan mana lagikah yang kamu dustakan? dan di ayat lain Allah berfirman dalam surah Luqman ayat 27 :

Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan air laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habis-nya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah (kodrat dan karunianya). Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana

Mari sejenak kita berfikir! betapa sempurnanya kita diciptakan dalam bentuk yang seimbang dengan formulasi yang tidak ada seorang ilmuwan pun yang mampu menandinginya. Berikut contoh yang mungkin perlu kita renungi hasil dari bentuk yang luar biasa dari bentuk tubuh kita :

Mata kita diletakkan di kepala, bayangkan jika di telapak kaki?
Gigi kita tidak tumbuh seperti rambut. Bayangkan jika tumbuh seperti rambut?
Telinga kita diberi daun dengan lekukan yang bervariasi namun tidak merubah fungsinya sebagai penghalang debu. perhatikan orang yang telah diamputasi daun telingnya, pasti di tutup kapas untuk menghalangi debu.
Lubang hidung yang menghadap ke bawah, lubangnya pas pula. Bayangkan jika menghadap ke atas dan dengan lubang yang besar?
Telapak tangan kita dilengkapi dengan 5 ruas jari, Bayang jika tanpa jari? pasti susah ngupil atau merokok.. hehehe
Dalam mulut ada kelenjar ludah untuk memudahkan kita menelan makanan. bayangkan jika mulut kita jika kering terus?
Ada sendi antara lutut dan paha, lengan atas dan lengan bawah. Bayangkan jika tdk ada sendinya! duduk pasti setengah mati.
Kepala kita dibungkus dengan tulang tengkorak. Bayangkan jika tanpa tengkorak! Pasti banyak yang geger otak. heheh..
Dan masih banyak lagi.
Kadang kala manusia ini lupa akan kodratnya sebagai ciptaan, selalu pesimis menyalahkan keadaan sementara dirinya tak pernah mampu memaknai rasa syukur yang hakiki. Begitu banyak cobaan yang Allah berikan namun tak pernah mau mengambil hikmah dari cobaan tersebut, dan terkadang lupa bersandar kepada Allah SWT. Dialah maha di atas segala maha, Tidak ada kekuatan yang mampu menandinginya. Derita, bencana, musibah dan cobaan lainya hanyalah sekelumit dari qada’ dan Qadar-Nya, Serpihan dari serpihan debupun tak pantas untuk membandingkannya.

Bagaimana cara Memaknai Rasa Syukur Yang Hakiki ?

Cobalah mulai dari sekarang kita mencoba Memaknai Rasa Syukur Yang Hakiki. Caranya :

Jalankan perintah-Nya dan jauhi larangannya.
Jangan pernah mengeluh dengan keadaan.
Lihatlah nasib orang yang di bawah dari keadaan andajangan selalu menatap ke atas
Rajin-rajinlah bersedekah (Insya Allah nikmat anda akan ditambah)
Banyak berzikir agar hati anda selalu tenang.
Dan satu hal yang paling penting, perbanyak Ikhtiar (berusaha/bekerja) untuk mendapat ridhonya. Bukan bermalas-malasan menunggu rejeki datang dengan tiba-tiba.
Pada point 6 Inilah sebenarnya wujud syukur yang paling Hakiki. Allah menciptakan tangan dan kaki kita bahkan seluruh anggota tubuh kita bukan untuk bermalas-malasan. Bahkan Allah mempertegas hal ini dalam surah Al-jumu’ah ayat 10 yang artinya :

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

Ini artinya apa? Syukur tidak dapat dimaknai dengan berpangku tangan, bermalas-malasan, meratapi nasib, mengeluh, atau hidup tanpa arah. Carilah rejeki Allah yang halal dan jangan lupa bersedekah di jalan-Nya. Insya Allah anda akan menemukan kedamaian hati yang tidak akan pernah meresahkan anda lagi.

Semua akan kembali kepada Allah dan ini sebuah kepastian. Tidak ada yang mampu menolaknya. Hari ini atau esok, atau di masa yang akan datang, kita akan bertemu dengan kematian. Dan semua akan dipertanggung jawabkan di hadapa Allah Adzza Wa Jalla. Olehnya itu hendaklah dari sekarang kita mengaplikasikan makna Rasa Syukur Yang Hakiki.

4.SABAR
Pentingnya Kesabaran
Agama tidak akan tegak, dan dunia tidak akan bangkit kecuali dengan sabar. Sabar adalah kebutuhan duniawi keagamaan. Tidak akan tercapai kemenangan di dunia dan kebahagaiaan di akhirat kecuali dengan sabar.
Al-Qur’an telah mengisyaratkan pentingnya kesabaran ini. Ketika mengyinggung masalah penciptaan manusia dan cobaan penderitaan yang akan dihadapinya. Dalam surat Al-Insaan [76]: 2 “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang tercampur yang Kami hendak mengujinya )dengan perintah dan larangan)”.
Pentingnya Kesabaran Bagi Orang Beriman.
Sudah menjadi sunnatulah bahwa kaum muslimin harus berhadapan dengan para musuhnya yang jahat yang membuat makar dan tipu daya. Seperti Allah menciptakan Iblis untuk Adam; Namrud untuk Ibrahim; Fir’aun untuk Musa dan Abu Jahal untuk Muhammad saw.
Dalam Surat al-Ankabut [29]]: 1-3 “Ali Laam Miim. Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan; kami telah beriman, padahal mereka belum diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Sabar menurut bahasa berarti menahan dan mengekang. Di antaranya disebutkan pada QS.Al-Kahfi [18]: 28 “Dan tahanlah dirimu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan di senja hari dengan mengharap keridhaanNya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka.”
Kebalikan sabar adalah jaza’u (sedih dan keluh kesah), sebagaimana di dalam firman Allah QS. Ibrahim [14]: 21, “…sama saja bagi kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.”
Macam-macam Sabar Dalam al-Qur’an
Aspek kesabaran sangat luas, lebih luas dari apa yang selama ini dipahami oleh orang mengenai kata sabar. Imam al-Ghazali berkata, “Bahwa sabar itu ada dua; pertama bersifat badani (fisik), seperti menanggung beban dengan badan, berupa pukulan yang berat atau sakit yang kronis. Yang kedua adalah al-shabru al-Nafsi (kesabaran moral) dari syahwat-syahwat naluri dan tuntutan-tuntutan hawa nafsu. Bentuk kesabaran ini (non fisik) beraneka macam, yaitu:
a) Jika berbentuk sabar (menahan) dari syahwat perut dan kemaluan disebut iffah
b) Jika di dalam musibah, secara singkat disebut sabar, kebalikannya adalah keluh kesah.
c) Jika sabar di dalam kondisi serba berkucukupan disebut mengendalikan nafsu, kebalikannya adalah kondisi yang disebut sombong (al-bathr)
d) Jika sabar di dalam peperangan dan pertempuran disebut syaja’ah (berani), kebalikannya adalah al-jubnu (pengecut
e) Jika sabar di dalam mengekang kemarahan disebut lemah lembut (al-hilmu), kebalikannya adalah tadzammur (emosional)
f) Jika sabar dalam menyimpan perkataan disebut katum (penyimpan rahasia)
g) Jika sabar dari kelebihan disebut zuhud, kebalikannya adalah al-hirshu (serakah)

Bentuk-Bentuk Kesabaran

1. Sabar dalam ketaatan kepada Allah. Merealisasikan ketaatan kepada Allah, membutuhkan kesabaran, karena secara tabiatnya, jiwa manusia enggan untuk beribadah dan berbuat ketaatan. Ditinjau dari penyebabnya, terdapat tiga hal yang menyebabkan insan sulit untuk sabar. Pertama karena malas, seperti dalam melakukan ibadah shalat. Kedua karena bakhil (kikir), seperti menunaikan zakat dan infaq. Ketiga karena keduanya, (malas dan kikir), seperti haji dan jihad.
Kemudian untuk dapat merealisasikan kesabaran dalam ketaatan kepada Allah diperlukan beberapa hal,
(1) Dalam kondisi sebelum melakukan ibadah berupa memperbaiki niat, yaitu kikhlasan. Ikhlas merupakan kesabaran menghadapi duri-duri riya’.
(2) Kondisi ketika melaksanakan ibadah, agar jangan sampai melupakan Allah di tengah melaksanakan ibadah tersebut, tidak malas dalam merealisasikan adab dan sunah-sunahnya.
(3) Kondisi ketika telah selesai melaksanakan ibadah, yaitu untuk tidak membicarakan ibadah yang telah dilakukannya supaya diketahui atau dipuji orang lain.

2. Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. Meninggalkan kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah untuk dilakukan, seperti ghibah (baca; ngerumpi), dusta, memandang sesuatu yang haram dsb. Karena kecendrungan jiwa insan, suka pada hal-hal yang buruk dan “menyenangkan”. Dan perbuatan maksiat identik dengan hal-hal yang “menyenangkan”.

3. Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah, seperti mendapatkan musibah, baik yang bersifat materi ataupun inmateri; misalnya kehilangan harta, kehilangan orang yang dicintai dsb.

Aspek-Aspek Kesabaran sebagaimana yang Digambarkan dalam Hadits

1. Sabar terhadap musibah.
Sabar terhadap musibah merupakan aspek kesabaran yang paling sering dinasehatkan banyak orang. Karena sabar dalam aspek ini merupakan bentuk sabar yang Dalam sebuah hadits diriwayatkan, :
Dari Anas bin Malik ra, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW melewati seorang wanita yang sedang menangis di dekat sebuah kuburan. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, ‘Bertakwalah kepada Allah, dan bersabarlah.’ Wanita tersebut menjawab, ‘Menjauhlah dariku, karena sesungguhnya engkau tidak mengetahui dan tidak bisa merasakan musibah yang menimpaku.’ Kemudian diberitahukan kepada wanita tersebut, bahwa orang yang menegurnya tadi adalah Rasulullah SAW. Lalu ia mendatangi pintu Rasulullah SAW dan ia tidak mendapatkan penjaganya. Kemudian ia berkata kepada Rasulullah SAW, ‘(maaf) aku tadi tidak mengetahui engkau wahai Rasulullah SAW.’ Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya sabar itu terdapat pada hentakan pertama.’ (HR. Bukhari Muslim)

2. Sabar ketika menghadapi musuh (dalam berjihad).
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda : Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Janganlah kalian berangan-angan untuk menghadapi musuh. Namun jika kalian sudah menghadapinya maka bersabarlah (untuk menghadapinya).” HR. Muslim.

3. Sabar berjamaah, terhadap amir yang tidak disukai.
Dalam sebuah riwayat digambarkan; Dari Ibnu Abbas ra beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang melihat pada amir (pemimpinnya) sesuatu yang tidak disukainya, maka hendaklah ia bersabar. Karena siapa yang memisahkan diri dari jamaah satu jengkal, kemudian ia mati. Maka ia mati dalam kondisi kematian jahiliyah. (HR. Muslim)

4. Sabar terhadap jabatan & kedudukan.
Dalam sebuah riwayat digambarkan : Dari Usaid bin Hudhair bahwa seseorang dari kaum Anshar berkata kepada Rasulullah SAW; ‘Wahai Rasulullah, engkau mengangkat (memberi kedudukan) si Fulan, namun tidak mengangkat (memberi kedudukan kepadaku). Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya kalian akan melihat setelahku ‘atsaratan’ (yaitu setiap orang menganggap lebih baik dari yang lainnya), maka bersabarlah kalian hingga kalian menemuiku pada telagaku (kelak). (HR. Turmudzi).

5. Sabar dalam kehidupan sosial dan interaksi dengan masyarakat.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, ‘Seorang muslim apabila ia berinteraksi dengan masyarakat serta bersabar terhadap dampak negatif mereka adalah lebih baik dari pada seorang muslim yang tidak berinteraksi dengan masyarakat serta tidak bersabar atas kenegatifan mereka. (HR. Turmudzi)

6. Sabar dalam kerasnya kehidupan dan himpitan ekonomi
Dalam sebuah riwayat digambarkan; ‘Dari Abdullah bin Umar ra berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Barang siapa yang bersabar atas kesulitan dan himpitan kehidupannya, maka aku akan menjadi saksi atau pemberi syafaat baginya pada hari kiamat. (HR. Turmudzi).

Kiat-kiat Untuk Meningkatkan Kesabaran

1. Mengkikhlaskan niat kepada Allah SWT, bahwa ia semata-mata berbuat hanya untuk-Nya. Dengan adanya niatan seperti ini, akan sangat menunjang munculnya kesabaran kepada Allah SWT.

2. Memperbanyak tilawah (baca; membaca) al-Qur’an, baik pada pagi, siang, sore ataupun malam hari. Akan lebih optimal lagi manakala bacaan tersebut disertai perenungan dan pentadaburan makna-makna yang dikandungnya. Karena al-Qur’an merupakan obat bagi hati insan. Masuk dalam kategori ini juga dzikir kepada Allah.

3. Memperbanyak puasa sunnah. Karena puasa merupakan hal yang dapat mengurangi hawa nafsu terutama yang bersifat syahwati dengan lawan jenisnya. Puasa juga merupakan ibadah yang memang secara khusus dapat melatih kesabaran.

4. Mujahadatun Nafs, yaitu sebuah usaha yang dilakukan insan untuk berusaha secara giat dan maksimal guna mengalahkan keinginan-keinginan jiwa yang cenderung suka pada hal-hal negatif, seperti malas, marah, kikir, dsb.

5. Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia. Karena hal ini akan memacu insan untuk beramal secara sempurna. Sedangkan ketidaksabaran (isti’jal), memiliki prosentase yang cukup besar untuk menjadikan amalan seseorang tidak optimal. Apalagi jika merenungkan bahwa sesungguhnya Allah akan melihat “amalan” seseorang yang dilakukannya, dan bukan melihat pada hasilnya. (Lihat QS. 9 : 105)

6. Perlu mengadakan latihan-latihan untuk sabar secara pribadi. Seperti ketika sedang sendiri dalam rumah, hendaklah dilatih untuk beramal ibadah dari pada menyaksikan televisi misalnya. Kemudian melatih diri untuk menyisihkan sebagian rezeki untuk infaq fi sabilillah, dsb.

7. Membaca-baca kisah-kisah kesabaran para sahabat, tabi’in maupun tokoh-tokoh Islam lainnya. Karena hal ini juga akan menanamkan keteladanan yang patut dicontoh dalam kehidupan nyata di dunia.

Humorisnya Kalo pingin sukses and kaya datang azza kepada si EYANG hehehehehehe'''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''............................................,

pengajian Malam Kamis Yang akan datang pada Tgl 17-04-13 berada Dimusholla AL-MINANIYYAH Jl. Prepedan RT. 002/07 Kamal Kalideres perbatasan Kp.Rawa Terong dekat Pinggir kali oc sahabat Ta'lim,Datang Iya Kalau ada waktu dan g ada halangan.

Selasa, 20 Maret 2012

                        73 Golongan Umat Nabi SAW  Cetak


Tentang Islam akan terpecah menjadi banyak golongan 
“Akan ada segolongan umatku yang tetap atas Kebenaran sampai Hari Kiamat dan mereka tetap atas Kebenaran itu.” HR. Bukhari dan Muslim.
Rasulullah Saw lewat riwayat Jabir Ibnu Abdullah bersabda :
“ Akan ada generasi penerus dari umatku yang akan memperjuangkan yang haq, kamu akan mengetahui mereka nanti pada hari kiamat, dan kemudian Isa bin Maryam akan datang, dan orang-orang akan berkata, “Wahai Isa, pimpinlah jamaa’ah (sholat), ia akan berkata, “Tidak, kamu memimpin satu sama lain, Allah memberikan kehormatan pada umat ini (Islam) bahwa tidak seorang pun akan memimpin mereka kecuali Rasulullah SAW dan orang-orang mereka sendiri.”

Hadis tentang sejumlah 73 golongan yang terpecah dalam Islam 
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Orang-orang Yahudi terpecah kedalam 71 atau 72 golongan, demikian juga orang-orang Nasrani, dan umatku akan terbagi kedalam 73 golongan.” HR. Sunan Abu Daud.
Dalam sebuah kesempatan, Muawiyah bin Abu Sofyan berdiri dan memberikan khutbah dan dalam khutbahnya diriwayatkan bahwa dia berkata, “Rasulullah SAW bangkit dan memberikan khutbah, dalam khutbahnya beliau berkata, 'Millah ini akan terbagi ke dalam 73 golongan, seluruhnya akan masuk neraka, (hanya) satu yang masuk surga, mereka itu Al-Jamaa’ah, Al-Jamaa’ah. Dan dari kalangan umatku akan ada golongan yang mengikuti hawa nafsunya, seperti anjing mengikuti tuannya, sampai hawa nafsunya itu tidak menyisakan anggota tubuh, daging, urat nadi (pembuluh darah) maupun tulang kecuali semua mengikuti hawa nafsunya.” HR. Sunan Abu Daud.
Dari Auf bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:"Yahudi telah berpecah menjadi 71 golongan, satu golongan di surga dan 70 golongan di neraka. Dan Nashara telah berpecah belah menjadi 72 golongan, 71 golongan di neraka dan satu di surga. Dan demi Allah yang jiwa Muhammad ada dalam tangan-Nya umatku ini pasti akan berpecah belah menjadi 73 golongan, satu golongan di surga dan 72 golongan di neraka." Lalu beliau ditanya: "Wahai Rasulullah siapakah mereka ?" Beliau menjawab: "Al Jamaah." HR Sunan Ibnu Majah.
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Orang-orang Bani Israil akan terpecah menjadi 71 golongan dan umatku akan terpecah kedalam 73 golongan, seluruhnya akan masuk neraka, kecuali satu, yaitu Al-Jamaa’ah.” HR. Sunan Ibnu Majah.
“Bahwasannya bani Israel telah berfirqah sebanyak 72 firqah dan akan berfirqah umatku sebanyak 73 firqah, semuanya akan masuk Neraka kecuali satu.”  Sahabat-sahabat yang mendengar ucapan ini bertanya: “Siapakah yang satu itu Ya Rasulullah?”  Nabi menjawab: ” Yang satu itu ialah orang yang berpegang sebagai peganganku dan pegangan sahabat-sahabatku.” HR Imam Tirmizi.
Abdullah Ibnu Amru meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Umatku akan menyerupai Bani Israil selangkah demi selangkah. Bahkan jika seseorang dari mereka menyetubuhi ibunya secara terang-terangan, seseorang dari umatku juga akan mengikutinya. Kaum Bani Israil terpecah menjadi 72 golongan. Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, seluruhnya akan masuk neraka, hanya satu yang masuk surga.” Kami (para shahabat) bertanya, “Yang mana yang selamat ?” Rasulullah Saw menjawab, “ Yang mengikutiku dan para shahabatku.” HR Imam Tirmizi.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda:  “Orang-orang Yahudi terbagi dalam 71 golongan atau 72 golongan dan Nasrani pun demikian. Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan.” HR Imam Tirmizi.
Diriwayatkan oleh Imam Thabrani, ”Demi Tuhan yang memegang jiwa Muhammad di tangan-Nya, akan berpecah umatku sebanyak 73 firqah, yang satu masuk Syurga dan yang lain masuk Neraka.” Bertanya para Sahabat: “Siapakah (yang tidak masuk Neraka) itu Ya Rasulullah?” Nabi menjawab: “Ahlussunnah wal Jamaah.” 
Mu’awiyah Ibnu Abu Sofyan meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :  “Ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) dalam masalah agamanya terbagi menjadi 72 golongan dan dari umat ini (Islam) akan terbagi menjadi 73 golongan, seluruhnya masuk neraka, satu golongan yang akan masuk surga, mereka itu Al-Jamaa’ah, Al-Jamaa’ah. Dan akan ada dari umatku yang mengikuti hawa nasfsunya seperti anjing mengikuti tuannya, sampai hawa nafsunya itu tidak menyisakan anggota tubuh, daging, pembuluh darah, maupun tulang kecuali semua mengikuti hawa nafsunya. Wahai orang Arab! Jika kamu tidak bangkit dan mengikuti apa yang dibawa Nabimu…” HR.Musnad Imam Ahmad.

Umat Islam terpecah menjadi 7 golongan besar yaitu:
1. Mu'tazilah, yaitu kaum yang mengagungkan akal pikiran dan bersifat filosofis, aliran ini  dicetuskan oleh Washil bin Atho (700-750 M) salah seorang murid Hasan Al Basri.
Mu’tazilah memiliki 5 ajaran utama, yakni :
  1. Tauhid. Mereka berpendapat :
    • Sifat Allah ialah dzatNya itu sendiri.
    • al-Qur'an ialah makhluk.
    • Allah di alam akhirat kelak tak terlihat mata manusia. Yang terjangkau mata manusia bukanlah Ia.
  2. Keadilan-Nya. Mereka berpendapat bahwa Allah SWT akan memberi imbalan pada manusia sesuai perbuatannya.
  3. Janji dan ancaman. Mereka berpendapat Allah takkan ingkar janji: memberi pahala pada muslimin yang baik dan memberi siksa pada muslimin yang jahat.
  4. Posisi di antara 2 posisi. Ini dicetuskan Wasil bin Atha  yang membuatnya berpisah dari gurunya, bahwa mukmin berdosa besar, statusnya di antara mukmin dan kafir, yakni fasik.
  5. Amar ma’ruf (tuntutan berbuat baik) dan nahi munkar (mencegah perbuatan yang tercela). Ini lebih banyak berkaitan dengan hukum/fikih.
Aliran Mu’tazilah berpendapat dalam masalah qada dan qadar, bahwa manusia sendirilah yang menciptakan perbuatannya. Manusia dihisab berdasarkan perbuatannya, sebab ia sendirilah yang menciptakannya.
Golongan Mu'tazilah pecah menjadi 20 golongan.
2. Syiah, yaitu kaum yang mengagung-agungkan Sayyidina Ali Kw, mereka tidak mengakui khalifah Rasyidin yang lain seperti Khlifah Sayyidina Abu Bakar, Sayidina Umar dan Sayyidina Usman bahkan membencinya. Kaum ini di sulut oleh Abdullah bin Saba, seorang pendeta yahudi dari Yaman yang masuk islam. Ketika ia datang ke Madinah tidak mendapat perhatian dari khalifah dan umat islam lainnya sehingga ia menjadi jengkel. Golongan Syiah pecah menjadi 22  golongan dan yang paling parah adalah Syi'ah Sabi'iyah.
3. Khawarij, yaitu kaum yang sangat membenci Sayyidina Ali Kw, bahkan mereka mengkafirkannya. Salah satu ajarannya Siapa orang yang melakukan dosa besar maka di anggap kafir. Golongan Khawarij Pecah menjadi 20  golongan.
4. Murjiah.
  • Al-Murji’ah meyakini bahwa seorang mukmin cukup hanya mengucapkan “Laailahaillallah” saja dan ini terbantah dengan pernyataan hadits bahwa dia harus mencari dengan hal itu wajah Allah, dan orang yang mencari tentunya melakukan segala sarananya dan konsekuensi-konsekuensi pencariannya sehingga dia mendapatkan apa yang dia cari dan tidak cukup hanya mengucapkan saja. Jadi menurut al-murji’ah bahwa cukup mengucapkan “Laailahaillallah” dan setelah itu dia berbuat amal apa saja tidak akan mempengaruhi keimanannya, maka ini jelas bertentangan dengan hadits “dia mencari dengan itu wajah Allah”, maka ini adalah bentuk kesesatan al-murji’ah.
  • Al-Mu’tazilah dan Al-Khawarij meyakini bahwa seorang yang melakukan dosa-dosa besar kekal didalam api neraka, dan ini terbantah dengan sabda Rasulullah “sesungguhnya Allah mengharamkan atas api neraka orang yang mengucapkan Laailahaillallah”. Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwasanya pengharaman api neraka membakar orang-orang yang mengucapkan “Laailahaillallah” itu ada dua, pertama pengharaman secara mutlak dan ini bagi orang yang mengucapkan “Laailahaillallah” dengan mendatangkan seluruh syarat-syaratnya, konsekuensi-konsekuensinya dan kandungan-kendungannya sehingga dia terlepas dari syirik besar, syirik kecil dan perbuatan-perbuatan dosa besar, kalaupun dia terjatuh kepada perbuatan dosa maka dia bertaubat dan tidak terus menerus diatasnya, maka orang yang sempurna tauhidnya seperti ini diharamkan api neraka untuk membakarnya secara mutlak, yakni dia tidak disentuh oleh api neraka sama sekali. Kemudian yang kedua, yaitu pengharaman yang tidak mutlak dan bersifat kurang, yang dimaksud yaitu pengharaman untuk kekal didalam api neraka, ini bagi orang-orang yang kurang tauhidnya sehingga dia terjatuh kedalam syirik kecil atau dosa-dosa besar yang dia terus menerus didalamnya, maka orang yang demikian ini diharamkan atas api neraka untuk membakarnya dalam jangka waktu yang kekal selama dia belum mengugurkan tauhidnya ketika didunia. Oleh karena itu pendapat al-mu’tazilah dan al-khawarij yang menyatakan bahwa pelaku dosa besar kekal didalam api neraka, ini adalah pendapat yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah.
  • Tidak ada dzikir yang lebih utama didunia ini kecuali “Laailahaillallah”.
  • Salah satu sebab dikabulkannya doa adalah dengan menggunakan sifat Allah dan nama-Nya, secara khusus memanggil Allah dengan uluhiyah-Nya, meminta dan berdoa kepada Allah dengan menyebutkan rububiyah-Nya.
“Laailahaillallah” merupakan dzikir dan doa, disebut dengan doa karena orang yang mengucapkan “Laailahaillallah” mengharapkan ridha Allah dan ingin sampai kepada surga-Nya.
Golongan Murjiah pecah menjadi 5 golongan.
5. Najariyah, Kaum yang menyatakan perbuatan manusia adalah mahluk, yaitu dijadikan Tuhan dan tidak percaya pada sifat Allah yang 20. Golongan Najariyah pecah menjadi 3 golongan.
6. Al Jabbariyah, Kaum yang berpendapat bahwa seorang hamba adalah tidak berdaya apa-apa (terpaksa), ia melakukan maksiyat semata-mata Allah yang melakukan. Golongan Al Jabbariyah pecah menjadi 1 golongan.
7. Al Musyabbihah / Mujasimah, kaum yang menserupakan pencipta yaitu Allah dengan manusia, misal bertangan, berkaki, duduk di kursi. Golongan Al Musyabbihah / Mujasimah pecah menjadi 1 golongan.
Dan satu golongan yang selamat adalah Ahli Sunah Wal Jama'ah.

Ahli Sunah wal Jama'ah.
1. Pengertian.
Secara etimologi Ahli adalah kelompok/keluarga/pengikut. Sunah adalah perbuatan-perbuatan Rasulullah yang diperagakan beliau untuk menjelaskan hukum-hukum Al Qur'an yang dituangkan dalam bentuk amalan. Al Jama'ah yaitu Al Ummah ( Al Munjid) yaitu sekumpulan orang-orang beriman yang di pimpin oleh imam untuk saling bekerjasama dalam hal urusan yang penting.
Menurut istilah Ahli Sunah wal Jama'ah adalah sekelompok orang yang mentaati sunah Rasulullah secara berjama'ah, atau satu golongan umat islam di bawah satu komando untuk urusan agama islam sesuai dengan ajaran Rasulullah dan para sahabatnya.
2.Syarat terbentuknya Al Jama'ah.
Secara singkat telah diterangkan oleh Sayyidina Umar RA: " Tidak ada islam kecuali dengan jama'ah, Tidak ada jama'ah kecuali dengan imam, Tidak ada imam kecuali dengan Bai'at, Tidak ada bai'at kalau tidak ada taat.
Dan bai'at bukanlah syahadat, sebagaimana yang diyakini oleh mereka yang salah, dan apalagi dengan pengkafiran diluar kelompok tersebut.
3. Terpeliharanya Islam.
Dalam masa-masa kerusakan islam Allah menunjukkan kasih sayangnya dengan membangkitkan para mujadidnya setiap 100 tahun sekali yang meluruskan kembali pemahaman ajaran Rasul sesuai dengan kebutuhan  pemahaman mereka saat itu hingga turunnya masa imam Mahdi.
Dari berbagai sumber.

Minggu, 01 Januari 2012

Habib Umar bin Abdurrahman Al Attos, SOHIBUR ROTIB

Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al Attas
Kubah Habib Umar bin Abdurrahman Al Attos Kubah Habib Umar bin Abdurrahman Al Attos Kita tentu tidak asing lagi dengan Ratib Al athos yang selalu dibaca baik itu di majelis-majelis ta’lim maupun diamalkan secara individu. Rotib AL athos adalah susunan dzikir yang disusun oleh Habib Umar bin Abdurrahman Al Athos. Beliau adalah seorang ulama besar yang lahir di Hadromaut, Yaman pada tahun 992 H atau 1572 M di kota Isnat. Ayah beliau bernama Al Habib Abdurrahman bin aqil dan Ibunya bernama syarifah Muznah binti Muhammad Al jufri. Karamah kewalian Habib Umar bin abdurrahman Al Attas sudah nampak sejak beliau dalam kandungan ibunya, janin tersebut "BERSIN"(
Rasulullah Saw bersabda:
Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw  bersabda, "Sungguh Allah mencintai orang yang bersin dan membenci orang yang menguap, maka jika kalian bersin maka pujilah Allah, maka setiap orang yang mendengar pujian itu untuk menjawabnya; adapun menguap, maka itu dari syaitan, maka lawanlah itu sekuat tenagamu. Dan apabila seseorang menguap dan terdengar bunyi: Aaaa, maka syaitan pun tertawa karenanya". Shahih Bukhari, 6223.
Imam Ibn Hajar berkata, "Imam Al-Khathabi mengatakan bahwa makna cinta dan benci pada hadits di atas dikembalikan kepada sebab yang termaktub dalam hadits itu. Yaitu bahwa bersin terjadi karena badan yang kering dan pori-pori kulit terbuka, dan tidak tercapainya rasa kenyang. Ini berbeda dengan orang yang menguap. Menguap terjadi karena badan yang kekenyangan, dan badan terasa berat untuk beraktivitas, hal ini karena banyaknya makan . Bersin bisa menggerakkan orang untuk bisa beribadah, sedangkan menguap menjadikan orang itu malas (Fath-hul Baari: 10/6077). Nabi menjelaskan bagaimana seseorang yang mendengar orang yang bersin dan memuji Allah agar membalas pujian tersebut.
Rasulullah Saw bersabda:
"Apabila salah seorang diantara kalian bersin, maka ucapkanlah Al-Hamdulillah, dan hendaklah orang yang mendengarnya menjawab dengan Yarhamukallahu, dan bila dijawab demikian, maka balaslah dengan ucapan Yahdikumullahu wa Yushlihubaalakum." (HR. Bukhari, 6224)

Bersin Dan para dokter di zaman sekarang mengatakan, "Menguap adalah gejala yang menunjukkan bahwa otak dan tubuh orang tersebut membutuhkan oksigen dan nutrisi; dan karena organ pernafasan kurang dalam menyuplai oksigen kepada otak dan tubuh. Dan hal ini terjadi ketika kita sedang kantuk atau pusing, lesu, dan orang yang sedang menghadapi kematian. Dan menguap adalah aktivitas menghirup udara dalam-dalam melalui mulut, dan bukan mulut dengan cara biasa menarik nafas dalam-dalam !!! Karena mulut bukanlah organ yang disiapkan untuk menyaring udara seperti hidung. Maka, apabila mulut tetap dalam keadaan terbuka ketika menguap, maka masuk juga berbagai jenis mikroba dan debu, atau kutu bersamaan dengan masuknya udara ke dalam tubuh. Oleh karena itu, datang petunjuk nabawi yang mulia agar kita melawan "menguap" ini sekuat kemampuan kita, atau pun menutup mulut saat menguap dengan tangan kanan atau pun dengan punggung tangan kiri.
Bersin adalah lawan dari menguap yaitu keluarnya udara dengan keras, kuat disertai hentakan melalui dua lubang: hidung dan mulut. Maka akan terkuras dari badan bersamaan dengan bersin ini sejumlah hal seperti debu, haba' (sesuatu yang sangat kecil, di udara, yang hanya terlihat ketika ada sinar matahari), atau kutu, atau mikroba yang terkadang masuk ke dalam organ pernafasan. Oleh karena itu, secara tabiat, bersin datang dari Yang Maha Rahman (Pengasih), sebab padanya terdapat manfaat yang besar bagi tubuh. Dan menguap datang dari setan sebab ia mendatangkan bahaya bagi tubuh. Dan atas setiap orang hendaklah memuji Allah Yang Maha Suci Lagi Maha Tinggi ketika dia bersin, dan agar meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk ketika sedang menguap (Lihat Al-Haqa'iq Al-Thabiyah fii Al-Islam: hal 155).
Ketika Bersin Hendaknya Kita…
  1. Merendahkan suara.
  2. Menutup mulut dan wajah.
  3. Tidak memalingkan leher.
  4. Mengeraskan bacaan hamdalah, walaupun dalam keadaan shalat.
Macam-Macam Bacaan yang Dapat Kita Amalkan Ketika Bersin
  • Alhamdulillah (segala puji hanya bagi Allah).
  • Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin (segala puji bagi Allah Rabb semesta alam).
  • Alhamdulillah ‘ala kulli haal (segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan)
  • Alhamdulillahi hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiihi, mubaarakan ‘alaihi kamaa yuhibbu Rabbuna wa yardhaa” (segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak lagi penuh berkah dan diberkahi, sebagaimana yang dicintai dan diridhai oleh Rabb kami).

Ketika ada seorang muslim bersin di dekat kita, lalu dia mengucapkan “alhamdullillah” maka kita wajib mendoakannya dengan membaca “yarhamukallah” (semoga Allah merahmatimu) . Hukum tasymit ini adalah wajib bagi setiap orang yang mendengar seorang muslim yang bersin kemudian mengucapkan “alhamdullillah.” Setelah orang lain mendoakannya, orang yang bersin tadi dianjurkan untuk mengucapkan salah satu doa sebagai berikut:

  • Yahdikumullah wa yushlih baalakum (mudah-mudahan Allah memberikan hidayah kepada kalian dan memperbaiki keadaan kalian).
  • Yaghfirulahu lanaa wa lakum (mudah-mudahan Alah mengampuni kita dan kalian semua).
  • Yaghfirullaah lakum (semoga Allah mengampuni kalian semua).
  • Yarhamunnallah wa iyyaakum wa yaghfirullaahu wa lakum (semoga Allah memberi rahmat kepada kami dan kamu sekalian, serta mengampuni kami dan mengampuni kalian).
  • Aafaanallah wa iyyaakum minan naari yarhamukumullaah (semoga Allah menyelamatkan kami dan kamu sekalian dari api neraka, serta memberi rahmat kepada kamu sekalian).
  • Yarhamunnallah wa iyyaakum (semoga Allah memberi rahmat kepada kami dan kepada kalian semua).
Mereka Tidak Berhak Mendapatkannya
Kita tidak perlu bertasymit ketika:
  • Ada seseorang yang bersin, dan dia tidak mengucapkan hamdalah.
  • Ada seseorang yang bersin lebih dari tiga kali. Jika seseorang bersin lebih dari tiga kali, maka orang tersebut dikategorikan terserang influenza. Kita pun tidak disyariatkan untuk mendoakannya, kecuali doa kesembuhan.
  • Ada seseorang membenci tasymit.
  • Seseorang yang bersin itu bukan beragama Islam. Walaupun orang tersebut mengucapkan hamdalah, kita tetap tidak diperbolehkan untuk ber-tasymit, karena seorang muslim tidak diperbolehkan mendoakan orang kafir.
  • Seseorang yang bersin bertepatan dengan khutbah jumat. Cukup bagi yang bersin saja untuk mengucapkan hamdalah tanpa ada yang ber-tasymit, karena ketika khutbah jum’at seorang muslim wajib untuk diam. Begitu pula ketika shalat wajib (shalat fardhu) sedang didirikan, tidak ada keharusan bagi kita untuk ber-tasymit.
  • Kita berada ditempat yang terlarang untuk mengucapkan kalamullah, seperti di dalam toilet.
)dan tentu ini adalah sesuatu diluar kebiasaan manusia pada umumnya, sehingga beliau mendapat gelar “Al Attas (orang yang bersin). Sejak kecil Habib Umar bin Abdurrahman Al Attas sudah mengalami kebutaan, namun tidak mengurangi semangat beliau dalam menuntut ilmu. Beliau belajar dari ayahnya dan ulama-ulama setempat lainnya, seperti Syekh Umar bin Isa, Syekh Abu Bakar Bin Salim(
Syaikh Abu Bakar Bin Salim.

Syaikh Abu Bakar bin Salim 
                                                  Syekh Abu Bakar Bin Salim
Syaikh Abu Bakar bin Salim berdasarkan rekaan Habib Salim bin Jiindan. 
Syaikh Abu Bakar Bin Salim lahir pada hari Sabtu, 23 Jumadil Awal 919 H/9 Agustus 1513 M, di kota Tarim Al Ghanna, Hadromaut, Yaman. Kota tempat kelahirannya adalah suatu kota yang dipenuhi orang-orang soleh dan termashur dengan auliya Allah serta para ulama utama.
Beliau lahir dari pasangan Habib Salim bin Abdullah bin Imam Qutb Abdurrahman Assegaf dan ibunya Syarifah Afifah Thalhah binti Agil bin Ahmad bin Syaikh Abu Bakar Assakran bin Imam Qutb Abdurrahman Assegaf.
Beliau memiliki enam saudara yaitu Sayyid Agil, Sayyid Syaikh, Sayyid Alwi, Sayyid Hussein, Sayyid Abdurrahman, dan Syarifah Aisyah. Sedang Syaikh Abu Bakar memiliki tujuh belas anak. Empat perempuan dan tiga belas laki-laki. Di antara anak laki-lakinya Huseinlah yang di pilih sebagai kalifahnya (pengganti kedudukan orang tua). Habib Husein bin Abu Bakar bin Salim di kenal sebagai guru Habib Umar bin Abdurrahman Al Attos.
Pada masa kecilnya Syaikh Abu Bakar bin Salim mendapat pendidikan agama dari para ulama di Tarim. Beliau sangat menekuni ilmu pengetahuan. Semasa belajar, beliau sudah mengkhatamkan kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Ghozali sebanyak 40 kali, dan mengkhatamkan kitab fiqih Syafi'iyah, Al Minhaj karya Imam Nawawi sebanyak 3 kali. 
Usai belajar di Tarim, Syaikh Abu Bakar bin Salim pindah ke kota Inat, sebuah kota berjarak sekitar 40 menit perjalanan dengan mobil (dulu di tempuh setengah hari perjalanan dengan jalan kaki). Beliau membeli tanah dan membangun rumah dan masjid di Inat. Di kota inilah beliau mengajar hingga akhir hayatnya. Syaikh Abu Bakar bin Salim sering memberikan wejangan kepada masyarakat setelah sholat Jum'at sampai menjelang ashar di masjid yang di bangunnya.
Syaikh Abu Bakar bin Salim di awal suluknya (perjalanan spiritual menuju Allah SWT melalui tahapan melatih diri dan berjuang melepaskan diri dari belenggu hawa nafsu dan kecintaan pada kebendaan) telah melakukan amalan dan riyadoh (pelatihan spiritual dan kejiwaan dengan melalui upaya membiasakan diri agar tidak melakukan hal-hal yang dapat mengotori jiwa) yang lazim dilakukan kaum sufi.
Pernah selama waktu yang cukup lama beliau berpuasa dan hanya berbuka dengan kurma yang masih hijau. Juga pernah selama 90 hari beliau berpuasa dan melakukan sholat malam di lembah yabhur. Selam 40 tahun beliau sholat subuh di Masjid Ba'isa di kota Lisik dengan wudhu sholat isya'.
Setiap malam beliau berziarah ke tanah pekuburan kaum salihin dan para wali di tarim dan berkeliling untuk melakukan sholat dua rakaat di berbagai masjid di Tarim. Beliau mengakhiri perjalanannya dengan sholat subuh berjama'ah di masjid Ba'isa. Sampai akhir hayatnya beliau tidak pernah meninggalkan sholat witir dan dhuha.
Sepanjang hidupnya beliau berziarah ke makam Nabiyullah Hud AS sebanyak 40 kali. Pada setiap malam selama 40 tahun beliau berjalan kaki dari kota Lisik menuju Tarim untuk melakukan sholat pada setiap masjid di Tarim (di Tarim sekarang ada sekitar 360 masjid). Beliau mengusung ghirbah (tempat air) untuk mengisi  tempat wudhu serta tempat minum bagi para peziarah, juga kolah untuk tempat minum hewan.

Makam Syaikh Abu Bakar bin Salim  
                    Makam Syaikh Abu Bakar bin Salim  
,dan Habib Husein bin Syekh Abubakar bin Salim. Beliu juga membuka ta'lim dengan mengajarkan ilmu agama. Dakwahnya pun menyebar ke segenap penjuru Hadramaut.
Belakangan, ia dikenal sebagai seorang sufi yang banyak menguasai ilmu lahir dan batin, pengayom anak yatim piatu, janda, dan fakir miskin. Siang mengajar, malamnya ia gunakan untuk melakukan riyadhah, beribadah, bermunajat kepada Allah SWT, dan sangat jarang tidur. Sebagai ulama besar dan sufi, Habib Umar dikenal dengan beberapa karamahnya. Ia sangat termasyhur, bahkan sampai ke negari Cina. Suatu hari, salah seorang anak Habib Abdurrahman melawat ke Cina. Di sana ia bertemu seorang sufi yang memberi salam dan hormat, padahal ia tidak mengenalnya.
”Bagaimana engkau mengenalku, padahal kita belum pernah berjumpa?” tanyanya. ”Bagaimana aku tidak mengenal engkau? Ayahmu, Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas, adalah guru kami, dan kami sangat menghormatinya. Habib Umar sering datang ke negeri kami dan ia sangat terkenal di negeri ini,” jawab sufi tersebut. Padahal jarak antara Hadramaut dan Cina sangat jauh, namun Habib Umar bin Abdurrahman Al Attas telah berdakwah sampai ke sana.
Syekh Muhammad Baqais, salah seorang muridnya, bercerita, ”Satu kali Habib Umar mendamaikan beberapa suku yang berperang sampai berkali-kali. Tapi, tetap saja ia tidak mendapatkan tanggapan baik. Karena itu beliau pun melemparkan biji tasbihnya kepada mereka. Dengan izin Allah biji tasbih itu menjadi ular. Barulah mereka sadar dan mohon maaf. ”Nama Habib Umar bin Abdurrahman Al Attas tak bisa dipisahkan dari karya agung yang diberinya judul ‘Azizul Manal wa Fathu Babil Wishal," alias “Anugerah nan Agung dan Pembuka Pintu Tujuan” – yang dibelakang hari sangat terkenal sebagai Ratib Al Attas. Habib Umar sendiri berwasiat, “Rahasia dan hikmah telah kutitipkan didalam ratib itu.”
Melindungi Kota
Menurut Habib Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang, Jakarta Pusat), Ratib Al Attas lebih tua dibanding Ratib Al Haddad. Ratib Al Haddad disusun pada 1071 H / 1651 M oleh HABIB ABDULLAH AL-HADAD(
Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad lahir pada hari Rabu malam Kamis tanggal 5 Safar 1044 H/3 Agustus 1634 M Di Tarim, Hadromaut.
Nasabnya adalah Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad Al Haddad dan seterusnya hingga "AHMAD BIN ISA" bin Muhammad An naqib bin Ali Uroidhi bin Ja'far As Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam As Sibth Al Husain bin Al Imam Amirul Mu'minin "Ali bin Abu Thalib", suami Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah Muhammad SAW.
Ayah beliau yakni Habib Alwi bin Muhammad Al Haddad di kenal sebagai orang yang saleh. Ayahnya lahir dan tumbuh di kota Tarim dan sejak kecil berada di bawah asuhan ibunya Syarifah Salma wanita ahli makrifat dan dikenal kewaliannya, bahkan Habib Abdullah Al Haddad sendiri banyak meriwayatkan kekeramatan Syarifah Salma.
Suatu hari ayah Habib Abdullah Al haddad mendatangi rumah Al Arif Billah Habib Ahmad bin Muhammad Al Habsyi. Pada waktu itu ia belum berkeluarga, lalu ia meminta Habib Ahmad Al Habsyi mendoakannya. Lalu Habib Ahmad berkata kepadanya, " anakmu adalah anakku, di antara mereka ada keberkahan".
Kemudian ia menikah dengan cucu Habib Ahmad itu, Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al Habsyi. Habib Idrus ini adalah saudaara Habib Husain bin Ahmad bin Muhammad Al Habsy, kakek Habib Ali bin Muhammad  bin Husain Al Habsyi (Shohib Simtud Duror).
Dari pernikahan tersebut lahirlah Habib Abdullah bin Alwi Al haddad. Ketika putranya lahir, ayahnya berujar, "aku sebelumnya tidak mengerti makna tersirat yang diucapkan Habib Ahmad Al Habsyi dulu, setelah lahirnya Abdullah aku baru mengerti, aku melihat pada dirinya tanda-tanda sinar wilayah (kewalian).
Pada umur empat tahun beliau terkena penyakit cacar yang menyebabkan buta. Namun cacat yang beliau derita telah membawa hikmah, beliau tidak bermain sebagaimana anak kecil sebayanya. Beliau habiskan waktunya dengan menghafal Al Qur'an, Mujahaddah Al Nafs (beribadah dengan tekun melawan hawa nafsu), dan mencari ilmu. Sungguh sangat mengherankan seakan-akan anak kecil ini tahu bahwa ia tidak dilahirkan untuk yang lain, tetapi untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Memang sejak kecil begitu banyak perhatian yang beliau dapatkan dari Allah SWT. Allah SWT menjaga pandangannya dari segala yang diharamkan. Penglihatan lahirnya diambil oleh Allah SWT dan diganti oleh penglihatan batin, yang jauh lebih kuat dan berharga. Hal itu merupakan salah satu pendorongnya lebih giat dan tekun dalam mencari cahaya Allah SWT menuntut ilmu agama.
Pada tahun 1072 H / 1662 M, malam Senin tanggal 21 bulan Rajab, ayah beliau wafat. Ketika itu beliau berusia 28 tahun. Lalu beberapa hari kemudian ibunya wafat, setelah sebelumnya menderita sakit dan semakin lama semakin parah, yaitu tepat pada hari Rabu tanggal 24 Rajab 1072 H / 1662 M.
Setelah kedua-orangtuanya wafat, beliau diambil oleh salah seorang gurunya, "Sayyid Bin Abdur Rahman Al-Athos" Pada waktu itu, beliau menulis surat pada saudaranya , Al Hamid, yang berada di India, memberitahunya perihal yang menimpa kedua orangtua mereka, dan menghiburnya agar bersabar.
Pada 1079 H/1669 M, dalam usia 35 tahun Habib Abdullah Al Haddad melaksanakan haji ke Baitullah, Mekah, dan berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW serta para syuhada di madinah. Beliau memasuki kota Mekah pada waktu Subuh di bulan Dzulhijjah 1079 H. Pada waktu itu wukuf di Arafah jatuh pada hari Jumat.
Setelah menunaikan ibadah haji, beliau menuju Madinah dan berada di sana selama 40 hari. Kemudian beliau kembali lagi ke Mekah hingga bulan Rabiul Awwal.
Suatu hari di musim haji, di masjid Namirah, Arafah , salah seorang muridnya Ba Salim menuturkan, ketika aku gelarkan sajadah tuanku di Masjid Namirah datang seseorang dengan gaya dan logat Turki dan langsung duduk di atas sajadah itu. Tidak begitu lama masjid itu makin sesak dengan pengunjungnya. Aku jadi bingung terhadap orang tersebut, sedangkan tuanku belum datang.
Tidak begitu lama, tuanku datang dan aku tidak melihat lagi orang itu duduk di atas sajadah tersebut. Seakan-akan ia duduk diatasnya agar tempat itu tidak diduduki oleh orang lain selain Habib Abdullah Al Haddad.
Masjid Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad. 
Bercahaya Bagaikan Bulan
Al Imam Abdullah Al Haddad memiliki perawakan yang tinggi, berdada bidang, tidak kurus juga tidak terlalu gempal, dan berkulit putih. Pribadinya sangat memancarkan wibawa. Wajahnya senantiasa manis dan menggembirakan hati orang lain di dalam majlisnya. Tertawanya sekedar senyuman manis. Apabila merasa senang dan gembira wajahnya bercahaya bagaikan bulan. Majelisnya senantiasa tenang dan penuh kehormatan sehingga tidak terdapat hadirin yang berbicara maupun bergerak-gerak.
Beliau selalu shalat wajib pada awal waktu dan tidak pernah terlihat shalat wajib sendirian. Selain itu beliau juga tidak pernah terlihat tergesa-gesa dalam shalatnya. Beliau sangat tidak suka berbicara antara adzan dan iqomah. Beliau sangat tidak suka diajak berbicara oleh rekan-rekannya hingga usai shalat.
Ketika ditanya mengapa demikian, beliau menjawab, " Kita akan shalat untuk berkumpul dan hadir serta melepaskan segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan-Nya."
Berkaitan dengan masalah perasaan hadir dalam shalat, menurutnya tidak disyariatkan shalat sunah sebelum shalat wajib melainkan karena untuk berusaha mewujudkan perasaan dekatnya hati dengan Allah SWT hingga memasuki shalat dengan perasaan hadir dan bertemu dengan-Nya.
 
            Tempat Kholwat Habib Abdullah bin Alwi Al Hadad. 
Beliau mengatakan, "Seorang hamba tidak di tuntut untuk menjalankannya di dalam batin hingga ia dapat memperbaiki bentuk shalat secara lahir. Bila dia telah menjalankan secara lahir dengan baik, akan kembali pula shalatnya secara batin. Ingat, tidak mungkin melakukan shalat secara batin kecuali dengan melakukan latihan olah hati sebagai pendahuluan, dan meninggalkan pendalaman dalam berbagai hal sebelum melakukannya. Seandainya bukan karena keutamaan shalat jama'ah, kami tidak akan melakukannya, dan lebih baik menjalankan shalat sendiri."
Beliau memulai harinya sejak dini hari dan sarat dengan berbagai amal ibadah. Biasanya beliau tidur dan bangun sebelum sebelum subuh untuk melakukan shalat witir dan shalat fajar. Beliau tidur sebagaimana tidurnya Nabi Muhammad SAW, yakni hanya sesaat dan kemudian bangun melakukan kegiatan ibadah kembali hingga adzan subuh.
Selain itu beliau mempunyai kebiasan setiap Jumat sore setelah shalat ashar di Masjid Hujairah, berziarah ke makam Zanbal, makam para salaf Ba'alwi. Menurut Habib Muhammad bin Zain bin Smith, muridnya, dipilihnya waktu sore pada hari Jumat karena itu termasuk saat-saat terkabulnya doa, dan juga merupakan tradisi para salaf.
Mereka yang menghadiri majelisnya, lupa akan kehidupan dunia, bahkan terkadang si lapar pun lupa akan kelaparannya, si sakit hilang rasa sakitnya, dan si demam sembuh dari demamnya. Ini terbukti dari tidak seorang pun yang mau meninggalkan majelisnya.
Beliau amat mencintai para penuntut ilmu dan mereka yang gemar alam akhirat. Beliau tidak pernah jemu terhadap ahli-ahli majelisnya, bahkan mereka senantiasa diutamakan dengan kasih sayang tanpa membuatnya lalai dari mengingat Allah walau sekejap. Beliau pernah menegaskan, " tidak seorang pun yang berada di majelisku menggangguku dari mengingat Allah SWT."
Beliau adalah teladan bagi insan dalam soal pembicaraan dan amalan, mencerminkan akhlak junjungan mulia dan tabiat yang di contohkan Nabi yang mengalir dalam kehidupannya. Beliau memiliki semangat yang tinggi dan keinginan yang kuat dalam hal keagamaan, beliau juga senantiasa menangani segala urusan dengan penuh keadilan dengan menghindari pujian dari orang lain, bahkan senantiasa mempercepat segala  tugasnya tanpa membuang-buang waktu. 


Lautan Ilmu Pengetahuan
Al Habib Umar bin Abdurrahman Al Attos mengatakan , "Habib Abdullah Al Haddad ibarat pakaian yang dilipat dan baru dibuka di zaman ini, sebab beliau termasuk orang terdahulu, hanya saja di tunda kehidupan beliau demi kebahagiaan umat di zaman ini (abad ke-12)". Al Habib Abdullah Al Aydrus menegaskan kedudukannya bagi kalangan Ba'alwi, Ia mengatakan," Sayyid Abdullah Al Haddad adalah sultan seluruh golongan Ba'alwi". Al Habib Muhammad bin Abdurrahman Madih mengatakan," Mutiara ucapan Habib Abdullah Al Haddad merupakan obat bagi mereka yang mempunyai hati cemerlang, sebab mutiara beliau segar dan baru, langsung dari Allah SWT. Di zaman sekarang ini jangan tertipu oleh siapapun, walaupun kamu melihatnya sudah memperlihatkan banyak melakukan amal ibadah dan menampakkan Karomah.
Sesungguhnya orang zaman sekarang tidak mampu berbuat apa-apa jika mereka tidak berhubungan (kontak hati) dengan Habib Abdullah Al Haddad, sebab Allah SWT telah menghibahkan kepada beliau banyak hal yang tidak mungkin dapat di ukur.
Habib Muhammad bin Zain bin Smith pernah mengatakan, "masa kecil Habib Abdullah Al Haddad adalah masa kecil yang unik. Uniknya semasa kecil beliau sudah mampu mendiskusikan masala-masalah sufistis yang sulit, seperti mengkaji pemikiran Syaikh Ibnu Al Faridh, Ibnu Arabi, Ibnu Athailah, dan kitab-kitab Al Ghozali. Beliau tumbuh dari fitrah yang asli dan sempurna dalam kemanusannya, wataknya, dan kepribadiannya".
Habib Ahmad bin Zain Al Habsy seorang murid beliau yang mendapat besar darinya, menyatakan kekagumannya terhadap gurunya dengan mengatakan, " Seandainya aku dan Tuanku berziarah ke makam, kemudian beliau mengatakan kepada orang-orang yang mati untuk bangkit dari kuburnya, pasti mereka akan bangkit sebagai orang-orang yang hidup dengan izin Allah SWT. Karena aku menyaksikan sendiri bagaimana beliau setiap hari telah mampu menghidupkan orang-orang yang bodoh dan lupa dengan cahaya ilmu dan nasihat. Beliau adalah lautan ilmu pengetahuan yang tiada tepi yang sampai pada tingkatan mujtahid dalam ilmu-ilmu islam, iman, dan ihsan. Beliau adalah mujadid pada ilmu-ilmu tersebut bagi penghuni zaman ini.
Kejujuran Mengikuti Syariat
Beliau pernah ditanya tentang masalah karomah, dan beliau menjawab bahwa orang yang mengingkari adanya karomah para wali, sebagaimana yang termaktub dalam kitab Latha'if Al Minan, karya Syaikh Abu Turab An Nakhsabi, termasuk kufur dana kufur (yakni kufur nikmat).
Selanjutnya, beliau menjelaskan bahwa karomah termasuk bagian dari mukjizat para nabi. Hanya saja, bila mukjizat bersifat otonom, karomah para wali hanya bersifat tabi'iyah (mengikut). Yakni, mukjizat menunjukkan kebenaran seorang Rasul, sedangkan karomah seorang wali menunjukkan kejujuran dalam mengikuti syariat Rasul tersebut. Oleh karena itu, ajaran yang diikutinya benar.
Terlambat Menghadapi Suatu Urusan
Penulis buku Tatsbit Al Fuad, Syaikh Ahmad Asy Syajjar, mengatakan, " disaat-saat beliau melakukan semua yang telah menjadi kebiasaannya sehari-hari, pada hari Kamis, 27 bulan Ramadhan 1132 H beliau merasakan penyakitnya yang biasa di derita kambuh kembali. Sejak kambuhnya penyakit itu beliau mulai tidak dapat keluar rumah untuk menunaikan shalat jamaah di masjid. Dan tidak pula memberikan pelajaran-pelajaran sebagaimana yang sudah biasa dilakukan. Beliau hanya dapat keluar rumah hanya pada saat-saat merasa sehat dan kuat. Demikianlah yang beliau lakukan hingga saat penyakitnya bertambah keras dan tidak dapat keluar sama sekali dari rumah. Banyak orang berjubel di depan pintu rumahnya dengan maksud hendak menjenguk".
Pada pagi hari 'Id dua orang sahabat, Habib Zainal Abidin Al Aydrus dan saudaranya datang menjenguk, kepada dua orang sahabat itu beliau berkata,"Sebabnya penyakit ini di samping takdir Allah, menurut hemat saya adalah karena saya terlambat menghadapi suatu urusan seperti pengajaran. Yaitu karena saya mendatangi sayyid-sayyid dari keluarga Al Faqih pada malam Rabu 26 bulan Ramadhan. Padahal Rasulullah SAW pada hari-hari seperti itu meninggalkan semua urusan keduniaan, beliau ber'itikaf, tidak menginap di salah satu rumah istri-istrinya. Demikianlah kebiasaan Rasulullah. Akan tetapi itu saya lakukan semata-mata untuk memenuhi kewajiban, bukan dorongan selain itu, dan bukan pula karena saya mempunyai keinginan..." Sebagaimana diketahui beliau datang ke pemukiman Al Faqih karena mempunyai seorang istri dari keluarga mereka.
Pada hari-hari terakhir hayatnya beliau sering mengangkat tangan lalu kedua-duanya diletakkan di bawah dada, seperti orang yang sedang shalat. Kemudian telapak tangannya diletakkan pada lutut sambil menggenggam jari-jarinya sambil memegang tasbih, seperti orang yang bertasyahud. Kemudian tepat pada hari ke-40 dari sakitnya, ketika usianya memasuki 88 tahun lebih 9 bulan kurang 3 hari, pada malam selasa tanggal 7 Dzulqo'dah 1132 H/ 11 September 1720 M, Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad dengan tenang berpulang ke Rahmatullah di rumah kediamannya di Al Hawi dan kemudian disemayamkan di pemakaman Zanbal, Tarim, Hadromaut. Semoga Allah SWT melimpahkan cucuran rahmatNya kepada beliau.
Makam Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad. 
Wa Allahu A'lam.
)atau sekitar 350 tahun lalu, sedang Ratib Al Attas disusun jauh sebelumnya. Ada beberapa wirid atau doa yang tidak ada dalam Ratib Al-Atthas tapi terdapat dalam Ratib Al-Haddad, demikian pula sebaliknya. Namun, seperti ratib-ratib yang lain, keduanya tetap mengacu pada doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Ratib Al-Atthas biasa dibaca usai salat Magrib, tapi boleh juga dibaca setiap pagi, siang, atau tengah malam. Bisa dibaca sendiri atau secara berjamaah. Manfaat ratib ini sangat besar. Bahkan ada sebagian ulama yang mengatakan, dengan membaca Ratib Al-Attas atau Ratib Al-Haddad setiap malam, Allah SWT akan menjaga dan memelihara seluruh penghuni kota tempat tinggal kita, menganugerahkan kesehatan, dan mengucurkan rezeki-Nya kepada segenap penduduk.
Makam Habib Umar bin Abdurrahman Al Attos Makam Habib Umar bin Abdurrahman Al Attos Dalam keadaan sangat khusus dan mendesak, ratib tersebut bisa dibaca tujuh hingga 41 kali berturut-turut. Pendapat ini mengacu pada beberapa hadis Rasulullah SAW tentang manfaat istigfar dan doa-doa lainnya. Sebab, dalam ratib-ratib tersebut antara lain terdapat shalawat, tahlil, tasbih, tahmid, dan istigfar. Begitu hebat fadilah atau keutamaan ratib-ratib itu, hingga Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad bin Muhsin bin Husein Al Attas menyatakan bahwa mereka yang mengamalkan ratib tersebut tidak akan terluka, jika pada suatu hari terpatuk ular. “Orang yang biasa mengamalkan ratib-ratib itu tidak akan merasa takut, ia akan selamat dari segala yang ditakuti,” katanya. Betapa hormat para ulama kepada Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas. Tergambar ketika suatu hari seorang ulama, Syekh Salim bin Ali, mengunjungi Imam Masjidil Haram, Habib Muhammad bin Alwi Assegaf, dan menyampaikan salam dari Habib Umar. Seketika itu juga Habib Muhammad pun menundukan kepala sejenak, lalu katanya, ”Layaklah setiap orang menundukkan kepala kepada Habib Umar. Demi Allah, saya mendengar suara gemuruh di langit untuk menghormati beliau. Sementara di bawah langit ini tidak ada orang lebih utama daripada beliau.” Habib Umar bin Abdurrahman Al Attas wafat pada 23 Rabiulakhir 1072 H / 1652 M, dan jenazahnya dimakamkan di Desa Nafhun dekat Huraidhoh Hadromaut yaman.